Nirmala, the Lovely Virgin

“Mamah,,mamah,,!!”, teriak Nirmala histeris.
“Papah,,papah,,!!!”, air mata Nirmala terus menerus mengalir keluar dari matanya seperti sungai yang airnya tak habis-habis. Hujan mengguyur tubuh mungilnya, hati Nirmala sangat terpukul dengan apa yang baru saja menimpanya. Nirmala mengais-ngais tanah sehingga kedua tangannya sangat kotor dan berlumuran tanah yang basah alias lumpur sambil terus menangisi kedua orang tuanya. Nirmala baru saja selamat dari longsor yang menimbun rumahnya. Dia beruntung bisa selamat dari longsor itu, tapi Nirmala malah mau ikut tertimbun tanah bersama kedua orang tuanya karena Nirmala tidak mempunyai sanak saudara selain kedua orang tuanya.
“Nirmala,,sudah,,jangan bersedih,,”, kata seorang ibu sambil memeluk Nirmala dari belakang.
“papa dan mama masih hidup !!”, teriak Nirmala bersikeras. Ibu itu pun melepaskan pelukannya untuk membiarkan Nirmala melampiaskan kesedihannya sepuas-puasnya. Akhirnya, Nirmala pun menyerah, tangisannya lama kelamaan mulai melemah karena Nirmala sudah lelah dan tak sadar Nirmala tertidur di atas timbunan tanah.

Ketika Nirmala terbangun, dia menyadari kalau dia sudah berada dalam satu ruangan.
“tenang,,nak Nirmala,,kamu sekarang ada di rumah ibu,,”, kata ibu yang tadi memeluk Nirmala.
“te,,terima,,kasihh,,bu,,”, kata Nirmala masih gugup. Ibu yang membawa Nirmala adalah istri dari ketua RT di desa Nirmala, dia bernama Bu Erna. Bu Erna merasa sangat iba melihat Nirmala yang sangat murung dan sedih karena Nirmala kehilangan bapak dan ibunya sekaligus. Bu Erna dan suaminya, Pak Joko, memutuskan untuk mengangkat Nirmala sebagai anak mereka. Nirmala pun tidak menolak karena dia tidak mempunyai sanak saudara lain di kampungnya. Bu Erna & Pak Joko membesarkan, merawat, dan memelihara Nirmala dengan penuh kasih sayang dan menganggap Nirmala benar-benar sebagai anak mereka. Untung ada Bu Erna & Pak Joko, kalau tidak, mungkin Nirmala sudah putus asa dan bunuh diri. Nirmala bisa melupakan kesedihannya meski kenangan akan kedua orang tuanya masih ada.

Nirmala pun tumbuh menjadi gadis cantik, berkulit putih mulus tanpa ada goresan satu senti pun. Bu Erna & Pak Joko senang melihat Nirmala tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik luar dalam karena selain Nirmala cantik, dia terkenal lemah lembut & baik kepada semua orang sehingga tak heran para laki-laki di kampungnya banyak yang mati-matian mengejar-ngejar Nirmala.
“Mala,,mau kemana?”, tanya Herman, salah satu pria yang naksir berat dengan Nirmala.
“mau ke pasar Bang Herman,,emang kenapa Bang?”.
“mau abang temenin gak?”.
“ah,,gak usah bang,,ntar ngerepotin,,”.
“nggak kok,,mau ya?”.
“nggak usah bang,,bener deh,,”.
“abang pengen nemenin,,boleh ya?”.
“terserah bang Herman aja deh,,”. Begitulah sifat Nirmala, dia merasa tidak enak kalau seseorang memaksa kepadanya. Oleh karena sifatnya itu, banyak laki-laki yang merasa diberi harapan untuk pdkt oleh Nirmala, padahal Nirmala sama sekali tidak bermaksud demikian. Bukan hanya para pemuda yang suka kepada Nirmala, tapi para bapak-bapak yang sudah mempunyai anak & istri juga tidak bisa menahan nafsu jika melihat Nirmala yang cantik jelita.

“Nirmala,,mau gak jadi pacar abang?”.
“ah,,bang Herman suka becanda,,”.
“gak,,abang gak becanda,,mau ya?”.
“mm,,gimana ya?”.
“kamu gak mau ya?”.
“kalo jawabnya nggak sekarang,,boleh nggak bang?”.
“yaudah,,tapi jangan lama-lama ya,,soalnya abang pengen banget jadi pacar kamu,,”.
“saya usahain ya bang,,saya masuk ke rumah dulu ya bang,,”, kata Nirmala karena dia sudah berada di depan rumahnya.
“kalo gitu,,abang pulang ya,,inget,,mikirnya jangan lama-lama,,daah,,”. Nirmala hanya melambaikan tangannya dan tersenyum. Begitu Nirmala membalikkan badannya, wajah manis dihiasi senyuman Nirmala langsung berubah menjadi wajah penuh rasa bingung dan bt karena Herman menjadi cowok ke-13 di daftar waiting list untuk menjadi pacarnya.
“Mala pulang,,”, kata Nirmala setelah mengetuk pintu rumahnya sendiri.
“eh,,kamu udah pulang,,”, sapa Pak Joko.
“ibu mana pak?”.
“tuh,,udah nungguin kamu di dapur,,”.

“yaudah,,Mala ke dapur dulu ya Pak,,”.
“yaudah,,masak yang enak,,”.
“ya pak,,”. Nirmala menuju ke dapur.
“Bu,,nih,,dagingnya,,jadi kan bikin gulai dagingnya?”.
“jadi,,kok kamu ngebet banget pengen gulai daging?”.
“ya masa Ibu gak tau,,kan Mala suka banget ama gulai daging,,”.
“tau lah,,bapak kamu juga suka ama gulai daging,,”.
“yaudah,,mulai masak yuk Bu,,udah laper nih,,”. Nirmala mulai memasak gulai daging bersama Bu Erna. Aroma wangi gulai daging yang menggugah selera memenuhi semua ruangan di dalam rumah Nirmala, Pak Joko langsung menghampiri dapur.
“hemm,,masak gulai daging ya,,”, kata Pak Joko sambil mengendus-endus aroma gulai daging yang menggugah selera.
“iya,,hush,,sana,,belum selesai,,”, kata Bu Erna sambil mengusir Pak Joko keluar dari dapur sementara Nirmala asik memasak gulai daging.
“masaknya jangan lama-lama ya,,”, kata Pak Joko.
“iya Pak,,”, jawab Nirmala. Nirmala selesai memasak gulai daging, dia langsung menghidangkannya di meja makan. Bu Erna, Pak Joko, dan Nirmala makan bersama dengan hati yang senang.

Meskipun keluarganya yang sekarang sangat harmonis dan damai, tapi jauh di lubuk hati Nirmala, kenangan ibu & ayah kandungnya tidak akan dan tidak bisa hilang. Selesai makan, Nirmala mencuci piring sedangkan Pak Joko & Bu Erna keluar rumah karena ada urusan. Tiba-tiba, Herman datang bertamu ke rumah Nirmala.
“eh,,bang Herman,,ada apa bang?”.
“mau maen ke rumah kamu aja,,sekalian mau tau jawaban kamu?”.
“mm,,saya nyediain minum dulu deh,,”. Nirmala pergi ke dapur dan kembali ke ruang tamu dengan membawa minuman.
“nih minumannya bang,,”.
“makasih ya La,,jadi gimana jawabannya?”.
“aduh,,gimana ya?”, Nirmala kebingungan mau jawab apa. Wajah Herman yang bernilai 4 dari skala 1-10 membuat Nirmala malas menjawab ‘Ya’, tapi Nirmala juga memikirkan jawaban ‘Tidak’ karena Nirmala takut Herman menjadi kesal dan berbuat kasar kepadanya.
“jadi,,gimana?”, tanya Herman sambil terus mendekat ke Nirmala.
“mm,,”, Nirmala terus bergeser tempat duduk untuk menjaga jarak dengan Herman hingga akhirnya Nirmala terpojok.

“mau ya jadi pacar abang?”, kata Herman sambil berusaha mengelus-elus paha kiri Nirmala yang masih tertutup rok panjang.
“bang,,jangan,,”, kata Nirmala sambil berusaha menepis tangan Herman yang ngelaba di pahanya. Herman tidak tahan lagi melihat kecantikan Nirmala, apalagi kulit Nirmala yang begitu putih dan sangat mulus. Nafsu Herman mulai tak terkendali karena kuping Herman dipenuhi bisikan setan.
“ude,,embat aje,,kalo gak jadi pacar,,yang penting lo ude nyobain memeknye die,,”, bisik setan di telinga kiri Herman.
“jangan Herman,,kalau kamu baik kepadanya,,mungkin dia mau jadi pacar kamu,,dan bahkan mungkin dia mau jadi istri kamu,,”, bisik malaikat di telinga kanan Herman.
“tu liat,,masa lo gak mau ngentot ama cewek secantik die,,mana bodynya montok,,kulitnya mulus banget,,ayo Man,,langsung embat,,kapan lagi,,kesempatan gak dateng 2 kali apalagi 3 kali,,”. Tentu saja, bisikan setan yang menang karena Herman ingin sekali merasakan kehangatan tubuh Nirmala sejak pertama kali dia mengenal Nirmala.

Herman mencengkram kedua tangan Nirmala lalu memeganginya sehingga Nirmala tidak bisa menggerakkan kedua tangannya.
“bang,,jangan,,jangann,,tol,,mmffhh,,”, teriak Nirmala tertahan karena Herman membungkam mulutnya. Nirmala terus meronta-ronta berusaha lepas dari Herman, tapi perlawanan lemah Nirmala sama sekali tidak berpengaruh karena tenaga Herman sudah bertambah 100% dari nafsu setannya. Nirmala menggelengkan kepalanya ke kanan & kiri untuk melepaskan tangan Herman dari mulutnya agar dia bisa berteriak, tapi percuma, Herman memencet pipi Nirmala hingga kata-kata yang keluar dari mulut Nirmala menjadi tidak jelas. Herman mendekatkan wajahnya ke wajah Nirmala dengan api birahi yang sudah berkobar-kobar di mata Herman karena Herman sudah tidak sabar ingin segera melumat habis-habisan bibir Nirmala yang merah merekah dan pastinya sangat lembut karena bibir Nirmala belum pernah diinvasi oleh lelaki manapun.

Sedikit air mata mengalir dari mata Nirmala karena dia tidak pernah berpikir akan melakukan ‘first kiss’nya bersama Herman yang akan memerkosanya. Ketika bibir Herman hanya berjarak 5 cm dari bibir Nirmala dan sebentar lagi bibir mereka berdua akan menempel, tiba-tiba pintu rumah terbuka.
“Herman !! sedang apa kamu?!!”. Herman menengok ke arah pintu dan langsung melepaskan Nirmala yang tidak berdaya. Herman langsung lari pontang-panting menerobos orang yang ada di pintu masuk karena orang itu adalah Pak Joko. Bu Erna langsung masuk ke dalam dan duduk di sebelah Nirmala. Nirmala langsung menangis di pundak Bu Erna, Bu Erna pun memeluk Nirmala untuk menenangkannya.
“udah,,udah,,kamu gak apa-apa kan?”. Nirmala hanya mengangguk pelan.
“sialan tuh si Herman,,mau merkosa anak angkat gue,,”, ujar Pak Joko yang sangat kesal kepada Herman.
“udah,,Mala,,kita ke kamar aja yuk,,”, ajak Bu Erna.
“iya Mala,,kamu istirahat aja di kamar sama ibu,,biar si Herman sialan itu bapak yang urus,,”.

Nirmala & Bu Erna pun masuk ke dalam kamar Nirmala sementara Pak Joko keluar dengan perasaan yang sangat marah. Pak Joko menuju ke rumah Herman.
“eh Herman,,keluar lo !!”, teriak Pak Joko sambil mengusung goloknya yang sangat besar itu. Tentu saja, Herman tidak berani keluar karena melihat Pak Joko membawa golok. Mendengar Pak Joko yang berteriak-teriak, para warga yang ada di dekat rumah Herman pun langsung berhamburan keluar dari rumah mereka masing-masing.
“ada apa pak?”, tanya seorang warga.
“ini,,si Herman mau merkosa Nirmala di rumah saya sendiri,,”. Warga pun langsung percaya pada perkataan Pak Joko karena dalam sehari-hari Pak Joko selalu baik dan berkata jujur kepada semua warga. Warga mendobrak pintu rumah Herman secara paksa lalu mereka mencari-cari Herman di setiap ruangan. Akhirnya, mereka menemukan Herman sedang ngumpet di kolong tempat tidurnya. Para warga menggiring Herman keluar dari rumahnya dan menghadap ke Pak Joko yang sudah tenang dan tidak terlalu marah lagi karena warga yang lain berhasil membuat Pak Joko menjadi tenang.

“Herman,,kenapa lo berani mau merkosa Nirmala?”.
“ampun Pak,,saya gak bakal ngulangin lagi,,”, kata Herman sampai berlutut di hadapan Pak Joko sambil meneteskan air mata, entah itu air mata penyesalan atau hanya air mata buaya.
“udah pak,,gibas aje,,”, teriak warga bersahut-sahutan.
“saya gak bisa bunuh orang,,jadi saya bakal kasih kamu hukuman biar kapok,,”.
“potong aje anunya pak,,”, celetuk seorang warga.
“jangan pak,,ampun pak,,”, pinta Herman memelas.
“hukuman yang pantas buat tukang perkosa seperti kamu,,diarak keliling kampung dengan telanjang,,”.
“ampun pak,,jangan pak,,pak”.
“sekarang buka baju kamu !!”. Tentu saja, Herman tidak mau melepas bajunya sehingga para warga pun ikut campur. Ibu-ibu yang membawa anaknya langsung membawa anaknya pulang. Sementara para warga yang lain tertawa terbahak-bahak melihat Herman yang sudah telanjang karena ternyata penis Herman tidak normal karena hanya 1 cm saja.
“modal kontol segini aje mau merkosa kembang desa lo,,”, seorang warga mengolok-ngolok Herman.

“tau,,Nirmala juga bakal ketawa ngeliat kontol lo,,”, tambah seorang warga yang lain. Setelah itu, Herman pun di arak keliling desa tanpa ditutupi sehelai benang pun. Setiap orang yang melihatnya pasti menertawai Herman. Dalam hatinya, Herman benar-benar kapok dan tidak akan mengulanginya lagi karena rasa malunya tak bisa dia bendung lagi. Hari-hari sudah berlalu sejak kejadian itu, Nirmala sudah kembali ceria sementara Herman menjadi bahan olok-olokkan di kampung. Herman sampai tidak berani memandang mata Nirmala setiap berpapasan dengan Nirmala karena Herman malu kepada Nirmala. Dan bagi Nirmala, Herman hanyalah laki-laki rendahan dan kurang ajar yang harusnya tidak ada di dunia ini. Nirmala kembali ke kehidupan normalnya, menjadi gadis cantik yang baik hati. Para lelaki yang tadinya punya niat untuk memperkosa Nirmala menjadi berpikir ulang puluhan kali karena mereka tidak ingin diarak keliling kampung tanpa pakaian seperti Herman.

Nirmala tidak tau sama sekali kalau orang yang disayanginya menderita penyakit yang sangat gawat. Bu Erna ternyata menderita tumor di kepalanya dan sudah stadium 3. Nirmala jadi jarang keluar karena dia merawat Bu Erna yang hidupnya tidak lama lagi. Akhirnya, hidup Bu Erna pun berakhir sudah. Nirmala & Pak Joko pun sangat sedih ditinggal Bu Erna karena Bu Erna merupakan ibu & istri yang baik. Sebulan sudah berlalu sejak Bu Erna meninggal, Nirmala & Pak Joko hidup berdua saja di rumah itu dengan tenang dan damai.
“eh,,Nirmala,,ngapain kamu ke sini?”, tanya Pak Edi.
“ini om,,disuruh bapak nganter ini,,”, kata Nirmala sambil menyerahkan bungkusan.
“oh,,iya,,makasih ya Nirmala,,”.
“iya om,,gak apa-apa,,”. Nirmala sudah menganggap Pak Edi sebagai omnya dan sebaliknya, Pak Edi pun menganggap Nirmala sebagai keponakannya sendiri jadi, meskipun Nirmala sering datang dan mengobrol dengannya, Pak Edi sama sekali tidak ada pikiran kotor terhadap Nirmala walaupun Nirmala bukan keluarganya.

“yaudah,,om,,Mala pulang dulu ya,,”.
“oh ya,,ati-ati di jalan,,”. Nirmala berjalan pulang ke rumahnya dan saat di tengah perjalanan, tiba-tiba ada cowok yang mendekat ke arahnya.
“Mala,,”.
“mm,,bang Dani,,”, kata Nirmala sambil tersenyum manis.
“mau kemana?”.
“mau pulang bang,,”.
“boleh saya anterin pulang?”, tanya Dani.
“mm,,boleh,,”, jawab Nirmala sambil tersipu malu. Nirmala & Dani sama-sama saling menyukai, terlihat sekali dari cara mereka berdua mengobrol, sama-sama salah tingkah & tersipu malu. Nirmala menyukai Dani selain wajahnya lumayan, Dani juga sangat baik hati.
“bang,,udah sampe,,Mala masuk ke dalam rumah ya,,”.
“makasih banget ya Mala,,udah ngebolehin saya nganterin kamu,,”.
“iya,,sama-sama bang Dani,,makasih udah nganterin Mala pulang,,ati-ati ya bang pulangnya,,”.
“iya,,daah,,”.
“Mala pulang,,”.
“bungkusannya udah dianterin ke Pak Edi?”.
“udah,,Pak,,”.
“tadi kamu dianterin ama Dani ya?”.
“iya Pak,,”, jawab Nirmala dengan malu-malu.
“lagi kasmaran ni kayaknya,,”.

“ah,,bapak mah ngeledek Mala terus,,gak Mala masakkin nih,,”.
“eh jangan,,bapak kan cuma becanda,,”.
“iya,,tenang aja,,Mala bakal masakkin bapak kok,,”.
“nah gitu baru anak yang berbakti,,”. Begitulah kehiupan Nirmala dengan Pak Joko, tenang dan damai hingga tak terasa setahun sudah berlalu sejak Bu Erna meninggal. Pak Joko mulai merasa kesepian, mau menikah lagi, tapi Pak Joko sudah malas mencari calon yang cocok jadi, Pak Joko memutuskan untuk sendiri saja. Sudah terlalu lama Pak Joko sendiri, lama kelamaan Pak Joko melihat Nirmala dengan cara pandang yang sama sekali berbeda daripada sebelumnya. Bayangkan, seorang bapak yang kesepian dan nafsu yang sudah 1 tahun tidak tersalurkan melihat seorang gadis cantik yang berkeliaran di dekatnya setiap hari.
“pak,,udah nih makannya?”, tanya Nirmala.
“oh,,udah,,tolong bawa kebelakang,,”.
“ya pak,,”. Nirmala membungkukkan badannya untuk mengambil piring bekas makan Pak Joko yang ada di meja pendek. Pak Joko bisa melihat payudara Nirmala yang masih tertahan bh karena Pak Joko duduk di sofa yang ada di depan meja.

Kaos Nirmala longgar sehingga tentu saja, Pak Joko pun mendapat pemandangan yang begitu menggiurkan karena payudara Nirmala terlihat begitu putih, mulus, menggoda, dan sangat indah. Nirmala pergi ke dapur sambil membawa piring kotor bekas Pak Joko makan. Setan pun makin mudah membisikkan kata-kata ajaibnya karena Pak Joko memandangi pantat Nirmala. Nirmala mulai mencuci piring sambil bernyanyi.
“Terlalu sadis caramu,,menjadikan diriku,,pelampiasan cintamu,,agar dia kembali padamu,,tanpa peduli sakitnya aku,,”. Ketika sedang asik-asiknya mencuci piring sambil menyanyi lagu kesukaannya, tiba-tiba Pak Joko menyergapnya dari belakang dan memeluknya dengan erat.
“aduh,,pak,,ngapain sih?”, tanya Nirmala tanpa curiga sedikit pun. Pak Joko tidak menjawab pertanyaan Nirmala. Pak Joko langsung memegangi kedua tangan Nirmala sambil menciumi tengkuk leher Nirmala.
“jaangan,,Pak,,sa,,saya,,anak bapak,,”. Merasa Nirmala bukan anak kandungnya, Pak Joko tidak merasa salah dan terus menciumi tengkuk leher Nirmala.

“tolongg,,jaangaan,,Paakk!!”, pinta Nirmala dengan air mata yang mulai keluar dari sela mata kanan & mata kirinya. Pak Joko tidak khawatir dengan teriakan dan rintihan Nirmala karena rumahnya lumayan jauh dari rumah-rumah warga yang lain sehingga Pak Joko bisa memfokuskan dirinya untuk membuat Nirmala terangsang sedikit demi sedikit. Nirmala meronta-ronta untuk melepaskan dirinya dari pelukan Pak Joko, tapi percuma, Pak Joko tidak bakal membiarkan gadis secantik Nirmala lepas dari pelukannya. Pak Joko pun semakin semangat menciumi leher Nirmala karena aroma wangi yang keluar dari tubuh Nirmala meskipun Nirmala sama sekali tidak memakai parfum. Tangan Pak Joko pun sudah berada di dalam kaos Nirmala. Pak Joko meremas-remas kedua buah payudara Nirmala yang masih tertutup bh dengan lembut.
“jangaan,,jaaa,,nngannhh,,Pakhh,,”, lama kelamaan suara Nirmala menjadi pelan.
“jaang,,,mmhhm,,”, tanpa sadar Nirmala mendesah yang berarti dia menikmati remasan demi remasan dari Pak Joko.

Pak Joko menyingkapkan bh Nirmala ke atas sehingga kulit telapak tangan Pak Joko dan kulit permukaan kedua buah payudara Nirmala saling bertemu. Dengan gemasnya, Pak Joko memilin, memelintir, dan menarik-narik kedua puting Nirmala.
“jaammhhh,,”, Nirmala tidak bisa bohong terhadap tubuhnya lagi karena Pak Joko memang lihai menggunakan tangannya untuk memainkan payudara Nirmala. Nirmala tidak percaya, orang yang dulu telah menyelamatkannya dari Herman, sekarang malah sedang asik memainkan dan meremasi gunung kembarnya. Dengan sedikit memaksa, Pak Joko menarik kaos Nirmala melewati kepalanya lalu Pak Joko membuat Nirmala membalikkan tubuhnya. Pak Joko terkesima melihat Nirmala, gadis cantik yang berdiri di hadapannya dan sudah bertelanjang dada. Wajah cantik Nirmala memang membuat Pak Joko terkesima, tapi air liur Pak Joko dengan deras mengalir karena Pak Joko melihat sepasang payudara yang putih mulus, kenyal, kencang, dan mancung di hadapannya.

Tanpa pikir panjang, Pak Joko langsung memegang kedua buah payudara Nirmala lalu Pak Joko mulai mengemut-emut kedua puting Nirmala bergantian. Nirmala berusaha mendorong kepala Pak Joko untuk menjauh tapi tenaga Nirmala berkurang terus karena rasa nikmat yang menjalar di sekujur tubuhnya. Pak Joko sangat leluasa mencupangi, menjilati, dan menggigiti payudara Nirmala membuatnya meringis keenakan sambil sedikit sakit. Kulit payudara Nirmala pun jadi memerah, lalu Pak Joko berdiri dan mendekatkan wajahnya ke wajah Nirmala dan langsung menyedot bibir Nirmala. Nirmala menangis karena dia tidak pernah berpikir first kiss yang seharusnya indah dan dilakukan bersama orang yang dicintai, dia malah mendapatkan first kissnya dalam keadaan diperkosa dan dengan orang yang dia anggap sebagai ayahnya sendiri. Nirmala tidak bisa melakukan apa-apa selain menutup matanya dan membiarkan Pak Joko melumat bibirnya habis-habisan. Nirmala juga tidak bisa membendung lidah Pak Joko yang menelusuri rongga mulutnya.

Dengan mudahnya, Pak Joko menyelipkan tangannya untuk meremasi bongkahan pantat Nirmala karena Nirmala memakai rok yang pinggangnya terbuat dari karet.
“ayo,,bukain celana bapak !!”, teriak Pak Joko. Sambil terus menerima lumatan Pak Joko di bibirnya, Nirmala terpaksa menuruti suruhan Pak Joko hingga penis Pak Joko sudah terbebas dari sangkarnya. Pak Joko melepaskan bibir Nirmala dan menekan pundak Nirmala ke bawah hingga Nirmala jongkok di depan Pak Joko.
“ayo sekarang buka mulut kamu,,”.
“nggaak,,”. Nirmala menutup mulutnya rapat-rapat dan berusaha menjauh. Tapi, dengan sigap Pak Joko memegangi kepala Nirmala lalu Pak Joko mendorong penisnya ke mulut Nirmala yang masih tertutup rapat. Pak Joko memencet pipi Nirmala sehingga otomatis mulut Nirmala terbuka lebar. Pak Joko pun langsung mendorong penisnya ke dalam mulut Nirmala yang sangat hangat.
“anget bangetthh,,”, desah Pak Joko.
“sekarang jilatin kontol bapak,,”, seru Pak Joko.

Pak Joko mendorong penisnya ke dalam mulut Nirmala hingga Nirmala tersedak yang membuat Nirmala batuk-batuk dan mual, tapi tentu saja Pak Joko tidak mengindahkan penderitaan Nirmala. Sementara lidah Nirmala sedang bergerak-gerak mengelus-elus penis Pak Joko karena Nirmala tidak punya pilihan lain. Pak Joko tetap memencet pipi Nirmala karena Pak Joko tidak ingin Nirmala menggigit penisnya.
“oooh,,,”, desah Pak Joko sambil menggelinjang karena keenakan merasakan lidah Nirmala yang menari-nari di sekujur penisnya. Sekitar 5 menit, Pak Joko membiarkan kenikmatan itu, tapi Pak Joko terpaksa mengeluarkan penisnya dari mulut Nirmala karena penisnya sudah berdenyut-denyut dan Pak Joko tidak mau cepat-cepat selesai menikmati kehangatan tubuh Nirmala karena masih banyak bagian tubuh Nirmala yang belum dijamah oleh Pak Joko. Pak Joko menyuruh Nirmala bangun dan melepaskan roknya, entah apa yang ada di pikiran Nirmala, tapi Nirmala langsung melakukan perintah Pak Joko tanpa pikir panjang dan tanpa paksaan seperti sebelumnya.

“udah nyerah ya?”, tanya Pak Joko tersenyum licik karena dia merasa sudah menguasai Nirmala. Nirmala menutupi daerah vaginanya dengan kedua tangannya. Pak Joko melihat pangkal paha Nirmala sangat putih mulus sehingga membuat Pak Joko tidak sabar ingin melihat vagina Nirmala yang belum terekspos ke laki-laki manapun. Pak Joko jongkok sehingga wajah Pak Joko tepat berada di depan vagina yang masih ditutupi oleh pemiliknya yaitu Nirmala. Pak Joko menyingkirkan tangan Nirmala bagaikan membuka hordeng jendela. Mata Pak Joko pun langsung terbelalak menatap vagina Nirmala yang begitu indah dan menggiurkan. Ketika Pak Joko sedang menatapi vagina Nirmala, Nirmala mendorong Pak Joko hingga Pak Joko tidur terlentang dengan kaki yang terbuka lebar.
“aduwhh,,maksud kamu ngedorong bapak apa?”. Nirmala tidak menjawab, dia langsung menendang buah zakar Pak Joko.
“aakhh,,AWWHH,,!!”, jerit Pak Joko kesakitan sambil memegangi buah zakarnya. Nirmala pun menginjak batang penis Pak Joko bagai sedang mematikan puntung rokok hingga teriakan kesakitan Pak Joko semakin kencang.

Saking paniknya, Nirmala hanya mengambil kaos dan roknya tanpa mengambil celana dalam dan bhnya lalu Nirmala langsung ngacir keluar meninggalkan Pak Joko yang sedang meringis kesakitan. Nirmala sudah keluar dari rumah, dia terus berlari sekencang-kencangnya menjauhi rumah sial itu. Karena takut dikejar Pak Joko, Nirmala berlari dengan telanjang di bawah guyuran hujan yang sangat deras. Untungnya sudah larut malam dan sedang hujan sangat deras sehingga Nirmala tidak perlu cemas ada yang melihatnya berlari tanpa menggunakan pakaian. Tanpa sadar, Nirmala berlari ke arah jalan yang biasa dilalui mobil pengangkut sayur. Ada mobil yang melintas ketika Nirmala akan menyebrang jalan. Mobil itu pun berhenti di depan Nirmala yang masih telanjang. Nirmala takut apa yang akan terjadi selanjutnya karena dia masih telanjang, tapi perasaan Nirmala menjadi tenang karena orang yang menyetir mobil sayur itu adalah Pak Edi.

“Nirmala,,sedang apa kamu? telanjang begitu?”.
“Om Edi,,!!”, Nirmala menangis.
“sudah,,kamu masuk ke mobil om dulu,,”.
“makasih Om,,”. Nirmala masuk ke dalam mobil pick-up itu dan duduk di samping Pak Edi.
“maaf Om,,joknya jadi basah,,”.
“gak apa-apa,,nih pake jaket Om aja,,”. Pak Edi menutupi tubuh Nirmala yang basah dengan jaketnya.
“makasih Om,,”, jawab Nirmala sambil menggigil kedinginan.
“memangnya kamu kenapa sih? lari-lari gak pake baju gini?”. Nirmala menceritakan semua yang baru saja dia alami ke Pak Edi sambil menangis.
“yaudah,,yaudah,,mulai sekarang,,kamu tinggal ama Om aja,,”, kata Pak Edi mengelus-elus kepala Nirmala.
“makasih banyak Om,,”. Jaket Pak Edi hanya bisa menutupi sebagian tubuh Nirmala saja sehingga paha Nirmala yang putih mulus bisa terlihat oleh Pak Edi, tapi Pak Edi tidak terpengaruh karena dia menganggap Nirmala benar-benar sebagai keponakannya.
“sekarang Om mau kemana?”.
“mau ke kota,,kamu mau langsung ke rumah Om?”.
“nngg,,Mala ikut aja deh,,tapi Mala boleh tidur gak?”.

“boleh,,boleh,,justru Om mau nyuruh kamu tidur,,”.
“oh,,yaudah,,Mala tidur dulu,,”. Nirmala meringkuk agar tubuhnya hangat sementara Pak Edi menyetir mobilnya dalam gelapnya malam serta derasnya hujan. Wajah Nirmala yang sedang tidur terlihat imut-imut bagaikan putri yang sedang tidur di cerita sleeping beauty. Nirmala bangun setelah puas tidur.
“enak tidurnya?”, tanya Pak Edi.
“enak Om,,seger jadinya,,”. Jalannya licin karena hujan jadi, ketika ada belokan, ban mobil Pak Edi terselip sehingga mobil itu tidak bisa membelok dan otomatis menabrak tiang listrik. Pak Edi meninggal seketika, tapi Nirmala selamat dari kecelakaan itu. Dan anehnya, tubuh Nirmala sama sekali tidak tergores sedikit pun, mungkinkah ayah dan ibu kandungnya yang melindunginya?. Nirmala berhasil merangkak keluar dari mobil itu. Setelah menangisi Pak Edi, satu-satunya laki-laki yang tidak pernah mempunyai keinginan untuk memperkosanya, Nirmala berjalan menelusuri jalan kota yang belum pernah dia lihat.

Hujan tidak lagi mengguyur Nirmala sehingga Nirmala tidak kedinginan lagi, meskipun hanya jaket Pak Edi yang menutupi tubuhnya karena baju & roknya berada di dalam mobil Pak Edi yang sudah hancur. Nirmala terus berjalan dalam kegelapan malam tanpa menggunakan alas kaki dan hanya dibalut dengan jaket Pak Joko yang hanya bisa menutupi tubuhnya sampai beberapa senti saja dari selangkangannya. Nirmala tidak tau beberapa meter dari tempatnya ada 3 orang preman yang sedang minum-minum.
“hai cantik,,”. Dalam sekejap, 3 orang preman sudah mengelilingi Nirmala dengan nafas mereka yang bau alkohol.
“jangan ganggu saya,,”, kata Nirmala pelan karena dia sudah sangat lelah setelah jauh berjalan.
“ah,,udah,,neng diem aja,,”.
“jaangann !!”.
“hehehe,,”, 3 orang preman terkekeh membayangkan mereka akan bisa menikmati kehangatan tubuh cewek secantik Nirmala.
“tol,,hmmfh,,”.

TO BE CONTINUED
———————————————