Dewi – Doni & Narti, another 3some – bag 1

Siang itu setelah selesai menyantap makan siang, Donipun beranjak menuju ke kamarnya, sesampainya di kamar Doni langsung merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur, pertempuran tadi pagi melawan mamihnya dan Tuti, lumayan menguras staminanya, tapi baru saja ia hendak memejamkan matanya, ia mendengar pintu kamarnya di ketuk,

“Hhhmmm, siapa?” tanya Doni.

“Narti… Den,…ini mau naruh baju bersih,”jawab Narti.

“Ooohhh…masuk, gak di kunci pintunya,”balas Doni.

Mendengar jawaban Doni, Nartipun lalu membuka pintu dan melangkah ke dalam kamar Doni, dan langsung menuju ke ruangan di mana lemari pakaian tersebut berada, lalu Nartipun mulai memasukkan baju-baju tersebut ke dalam lemari, Narti tidak menyadari bahwa seluruh tindak-tanduknya sedang diperhatikan oleh Doni.

Saat itu Doni memang sedang memperhatikan Narti, setelah tadi pagi merasakan tubuh Tuti, pikiran Doni mulai berpikir untuk mencoba menggarap tubuh Narti, tubuh Narti tidak kalah montok dengan Tuti, hanya payudara Narti mempunyai ukuran yang lebih besar dari payudara Tuti seperti yang terlihat oleh Doni, saat Narti membungkuk Doni melihat payudara Narti yang tidak memakai BH bergelantungan di balik dasternya yang longgar.

Melihat kedua bukit kembar Narti yang bergelantungan itu, nafsu birahi Doni bergejolak, rasanya ia ingin sekali meremas-remas payudara tersebut, Doni juga membayangkan kemaluan Narti yang pasti sama sempitnya dengan kemaluan Tuti, perlahan-lahan batang kemaluannya mulai menegang.

Pikirannya mulai berputar mencari akal untuk dapat menikmati tubuh Narti, secercah senyum tersungging di wajah Doni setelah ia menemukan cara untuk dapat menggarap tubuh Narti, dengan cepat Doni melucuti semua pakaian yang melekat di tubuhnya sehingga ia telanjang bulat, setelah itu Doni menutup bagian bawahnya dengan selimut, kemudian iapun memanggil Narti,

“Ti, sini sebentar,”perintah Doni.

“eeehh, iya.. Den,”jawab Narti sambil menghampiri Doni,

Sambil menghampiri Doni yang sedang rebahan di tempat tidurnya, Narti bertanya-tanya dalam hatinya, ada gerangan apa tuan mudanya ini memanggil dia, saat Narti sampai di samping tempat tidur Doni, ia merasa heran karena Doni sedang bertelanjang dada, belum pernah ia melihat Doni bertelanjang dada, Narti melihat dada Doni yang bidang dan ia membayangkan seandainya ia dapat tidur di dada tersebut, wajahnya bersemu merah membayangkan hal tersebut terlebih saat matanya melihat tonjolan di bagian selangkangan Doni yang tertutupi oleh selimut.

“Aadaa..apaa..Den,”tanya Narti terbata-bata,

“Ti, kamu bisa tolongin pijitin badan saya,”Doni balik bertanya

“bisaa..den…tapi … tapi… mungkin pijatan saya gak enaak,”jawab Narti gugup

“Aahhh..gak apa-apa, yang penting rasa pegal di badanku ini hilang,”kata Doni, sambil membalikkan tubuhnya.

“kamu naik kesini, Ti… Biar pijatanmu lebih terasa,”Doni memerintahkan Narti untuk naik keatas tempat tidur.

“iiiyaaaa… Den…,”jawab Narti gugup, karena belum pernah ia sedekat ini dengan tuan mudanya apalagi melihat tubuh tuan mudanya bertelanjang dada.

Dengan duduk bersimpuh di samping tubuh Doni, Narti mulai memijat bahu dan sekitar leher Doni, Doni mulai merasakan enaknya pijatan tangan Narti yang lembut, nafsu birahinya semakin menjadi, batang kemaluannya semakin bertambah keras, pijatan Narti memang tidak terlalu keras tapi Doni merasakan ketegangan di bahu dan lehernya mulai melemas, dari leher dan bahu pijatan Narti mulai ke punggung dan pinggang Doni, Doni semakin keenakan merasakan pijatan-pijatan lembut Narti.

“jangan hanya punggung dan pinggangku saja, pantat dan pahaku juga di pijat, Ti,” kata Doni, yang merasa tangan Narti hanya bergerak di punggung dan pinggangnya saja.

“Eeehh…iyaaaa…Den,”kata Narti yang belum bias menghilangkan rasa gugupnya.

Tangan Narti mulai beralih ke pantat dan paha Doni, agak susah Narti memijat bagian pantat dan paha Doni karena terhalang oleh selimut, Doni yang merasakan pijatan Narti tidak terlalu terasa karena terhalang oleh selimut dan juga karena memang ia rencanakan,

“Ti, kalau susah, buka aja selimutnya,”kata Doni sambil tersenyum, membayangkan wajah Narti saat membuka selimut itu.

“Eehh..baaikk..Den…,”kata Narti sambil membuka selimut yang menutupi bagian bawah Doni,

“iiiiiihhhhh…den Doni, porno….,”teriak Narti sambil kedua tangannya menutupi wajahnya.

Doni yang mendengar pekikan Narti tersenyum, dengan membalikkan tubuhnya sehingga tubuhnya terlentang,

“Kok porno sih,” tanya Doni sambil tersenyum saat melihat Narti yang menutupi wajahnya.

“Iyaa..den Doni, porno…habis telanjang begitu,”jawab Narti sambil tetap menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.

“kan pantatnya aja yang kelihatan, terus memangnya kamu belum pernah melihat cowok telanjang,”tanya Doni

“Iiihh…den Doni, biar pantat juga tapi tetap telanjang, bukan belum pernah tapi itu juga hanya tubuh suamiku saja yang pernah kulihat,”kata Narti tetap dengan wajahnya yang di tutupi oleh tangannya.

“Memang belum pernah lihat lelaki lain telanjang yach, Ti,”tanya Doni.

“Belum Den…belum berani sumpah,”jawab Narti tetap dengan wajah yang tertutup.

“jadi baru punya suamimu saja yang pernah di lihat, hhmmm… punya suamimu besar tidak, Ti,”Doni bertanya penasaran.

“IIIhhh..den Doni, ada-ada saja pertanyaannya, gak tau ach,”Narti mengelak pertanyaan Doni.

“Besar mana sama punyaku,”Doni kembali mendesak Narti, sambil tangannya meraih tangan Narti lalu di tempelkan di kemaluannya yang sudah tegang.

“Iiiihhhh…den Doni, malu…den…aaachhh…,”Narti terpekik saat tangannya yang di tarik oleh Doni menyentuh batang kemaluan Doni yang sedang tegang-tegangnya,
“iiihhhh…beessaaarr…sekalii…,”

“sekarang besar mana punyaku atau punya bekas suamimu,”tanya Doni setelah tangan Narti memegang batang kemaluannya.

“Punya den Doni..lebih besar…,”sahut Narti malu-malu dengan tetap masih menutup matanya dengan sebelah tangannya.

“Ti, buka matamu…jangan di tutupi terus, biar kamu bisa lihat punyaku ini,”sahut Doni sambil menarik tangan Narti yang satunya lagi yang masih menutupi matanya.

“Aaaachhh… malu…den…malu…,”jawab Narti dengan mata yang terpejam, tapi dengan tangan yang tetap memegangi batang kemaluan Doni dengan erat, seolah takut terlepas.

“gak usah malu, Ti… ini lihat punyaku, jangan hanya di pegangi saja,”lanjut Doni sambil tangan kanannya mulai beraksi merabai payudara Narti dari luar baju dasternya.

“Eeehhh…Den…jangaaan… Den… geelliiii… aaaacchhh… jangaaann…,”lirih Narti yang mulai terpengaruh dengan rabaan tangan Doni,

“geeeliii…den… iiihhhhh…besssaaarr…sekaliiii….punya den Doni…,”pekik Narti saat membuka matanya, sambil merasakan geli saat payudaranya di elus-elus Doni.

“Besar mana sama punya suamimu,” desak Doni penasaran.

“hhhmmmm…. Geeelliii…den… sudah..den,… gelliiii… ooohhhhh.. punya Den Doni lebih besar… den… sudaahhh… geellliiii…,”rintih Narti kegelian,

Tubuh Narti menggelinjang menahan geli dan rasa enak menikmati rabaan-rabaan tangan Doni, dalam hatinya berperang antara menikmati rabaan Doni atau menghindari dari serangan Doni,

“Ti, kamu mau tolongin aku lagi,”tanya Doni

“Appaaa.. Den… apalagi yang bisa kubanttuuu… sudaahhh…den…geliii,”Narti bertanya lirih,

Doni tidak menjawab pertanyaan Narti, tapi dengan penuh nafsu Doni memagut bibir Narti yang setengah terbuka akibat menahan gairah birahinya, lidahnya menjulur masuk ke dalam rongga mulut Narti dan menari-nari di dalam mulut Narti, Narti sendiri kaget dengan sergapan Doni tersebut,

“Hhhmmmppppp…..hhhmmmpppp…..,”gumam Narti,

Setelah rasa kagetnya hilang, Narti mulai membalas ciuman Doni dengan penuh nafsu, lidahnya menyambut kehadiran lidah Doni di dalam mulutnya, asyik berciuman tidak membuat Doni lupa dengan tugas tangannya, tangan kanannya masih tetap dengan aksinya di payudara Narti, di tambah dengan aksi tangan kirinya yang mengelus-elus punggung Narti, sementara tangan Narti yang sedang memegangi batang kemaluan Donipun mulai beraksi, tangannya mulai meremas-remas batang kemaluan tersebut dan mengocok-ngocoknya.

Seiring dengan aksi mereka yang saling serang di daerah sensitif lawannya, ciuman merekapun semakin bertambah seru, keduanya semakin di mabuk oleh gairah birahi mereka yang semakin meningkat, sambil tetap tidak melepaskan pagutan di bibir Narti, Doni berusaha untuk membuka daster Narti, yang di bantu oleh Narti dengan mengangkat pantatnya sehingga bagian bawah dasternya terlepas dari himpitan pantatnya, perlahan-lahan Doni mengangkat daster tersebut ke atas, saat mencapai bagian leher Narti dengan terpaksa Doni melepaskan pagutannya di bibir Narti.

Doni melihat payudara Narti yang masih mengkal bergayutan dengan indahnya seiring nafas Narti yang memburu, kedua putingnya yang agak kehitaman menghiasi payudara tersebut, sungguh kontras warna kedua putingnya itu dengan warna payudara Narti yang putih, dengan rakus di terkamnya payudara Narti tersebut, mulutnya dengan lahap menghisap kedua payudara tersebut silih berganti, sementara kedua tangannya asyik meremas-remas kedua bukit kembar tersebut.

“Ooohhhh…Den… enaaak…gelliiii… Den…. Aaaahhhh… den…sudaaahh… den… jangan.. nanti keterusan…deeennn….ooohhh… den…,”Narti merintih-rintih keenakan.

Mulutnya berkata jangan dan menyuruh Doni untuk berhenti, tapi tangannya tidak berusaha untuk menghentikan kegiatan Doni, tangan Narti semakin asyik bermain di batang kemaluan Doni.

Dengan perlahan-lahan Doni mendorong tubuh Narti, sambil tetap mulut dan kedua tangannya beraksi di payudara Narti, tangan kanan Doni mulai beralih kearah selangkangan Narti setelah tubuh Narti terlentang di atas tempat tidurnya, kemaluan Narti di serangnya dari luar, Doni merasakan CD Narti sudah lembab, dengan lembut kemaluan dan kelentit Narti mulai ia elus-elus dari balik CDnya.

Tubuh Narti menggelinjang mendapatkan serangan tangan Doni di kelentit dan bibir kemaluannya, walaupun masih terhalang oleh CDnya, tapi Narti dapat merasakan elusan-elusan tangan Doni, vaginanya semakin banyak mengeluarkan cairan pelumasnya, CDnya menjadi semakin basah, gesekan-gesekan tangan Doni semakin liar, Narti merasakan nikmat luar biasa, belum pernah bekas suaminya dulu melakukan hal seperti ini, sama seperti Tuti, suami mereka hanya tahu menuntaskan nafsu birahi mereka tanpa memperdulikan birahi istrinya.

“Den… ooohhh.. den.. suddaahh.. den…nnaanttiii… keeterusan…. Den… aaaahhh enaaaakkk… ooohhh… Den…. Jangan ssudah…. Ooohhhh.. Den…,”rintihan Narti semakin menjadi, mulutnya berkata jangan tapi memeknya berkata teruskan.

Dengan tersenyum Doni menghentikan aksinya menuruti permintaan Narti yang memintanya untuk berhenti, Narti kaget karena Doni menghentikan permainannya, tapi tangannya masih tetap meremas-remas batang kemaluan Doni.

“Yah, sudah, kalau takut keterusan sich,”kata Doni sambil tersenyum, karena ia tahu Narti sebetulnya menginginkan memeknya di sodok kontolnya, apalagi tangan Narti tidak berhenti meremas-remas kontolnya.

“Eeeehhh…. Iiiiihhhh.. Den Doni… marahh… ini..ini…,” lirih Narti antara malu, kaget dan keinginan menikmati sodokan kontolnya Doni.

“Jadi, gimana kita sudahi saja,” Doni bertanya dengan tersenyum.

“iiiiihhhh….den Doni… ,”lirih Narti tersipu malu.

“iya kita sudahi saja permainan ini atau di teruskan,”desak Doni

“aaaachhh… den Doni…jahaat.. Narti..malu..den… ,”lirih Narti.

“hhmmmm… jadi terus,” desak Doni kembali,

Narti hanya bisa mengangguk malu-malu, kemudian Doni menarik CDnya Narti sehingga kain penghalang satu-satunya milik Narti itu terlepas dari tubuh Narti, Doni melihat lembah hitam milik Narti itu terawat dengan rapih, rupanya Narti rajin merapihkan semak-semak hitamnya itu dengan memangkasnya, sehingga semak-semak hitam itu tidak tumbuh liar, bibir kemaluannya yang agak hitam sedikit kontras dengan bagian dalamnya yang kemerahan.

Bersambung……