The Fallen Princess 6: Epilogue

“Pak Udin…”.

“eh neng Anita…ada apa, neng?”.

“gimana si Nadya?”.

“iya neng…nih lagi tidur disamping bapak…kenapa emangnya?”.

“kan hari ini udah pas 4 minggu…”.

“oh iya ya..lupa…hehe…boleh tambah seminggu lagi gak, neng?”.

“ya gak boleh dong, Pak…bukannya udah pada dapet satu minggu buat bales dendam ke Nadya?”.

“iya…tapi tanggung neng…enak banget ada neng Nadya di rumah…jadi gak kedinginan tiap malem..hehe…”.

“soal itu nanti gampang…pokoknya anterin dulu si Nadya ke rumah Putri besok..ok?”.

“oke deh kalo gitu…”.

Keesokan harinya, ada mobil membunyikan klakson di depan gerbang rumah Putri. Anita membuka gerbang. Mobil sedan itu langsung masuk dan parkir di belakang mobil Putri. Nadya keluar dari mobil dan sedikit berlari kecil menuju pintu mobil satunya. Ternyata, Nadya membukakan pintu untuk Udin. Wajah Anita bingung. Kenapa Nadya membukakan pintu untuk Udin. Anita tidak tahu apa yang terjadi kepada Nadya selama 4 minggu di tangan Udin, Alex, Jamal, dan Jody. Tapi, terlihat jelas kalau Alex, Jamal, Udin, dan Jody sudah ‘menjinakkan’ Nadya.

“makasih ya Nadya sayang..”, kata Udin sambil menepuk pantat Nadya.

“ayo masuk…”. Meski Nadya memakai daster yang sudah buluk, Nadya tetap saja kelihatan cantik dan tidak kampungan. Udin menggandeng tangan Nadya.

Di dalam, Putri dan Sapto telah duduk di sofa.

“Pak Udin…silahkan duduk..”, kata Putri tersenyum manis.

Udin pun mulai menceritakan pengalamannya sendiri dan pengalaman Alex, Jamal, dan Jody saat bersama Nadya selama satu minggu. Udin menceritakan betapa bergairahnya Nadya saat disetubuhi olehnya. Apalagi saat dikeroyok Udin dan teman-teman dekat rumahnya. Nadya hanya tertunduk malu, wajahnya memerah. Nadya tak berani bicara apa-apa karena semua yang diceritakan Udin memang sesuai kenyataan. Dan mendengar perkataan Udin saja yang sedang melecehkannya, Nadya merasa ada rasa yang menggelitik di sekujur tubuhnya dan vaginanya mulai terasa lembap. Anita, Putri, dan Sapto tidak tahu apa yang terjadi, tapi Nadya memang terlihat lebih penurut.

“terus Pak Udin ama bapak-bapak yang laen gak nyiksa Nadya kan?”, tanya Putri.

“nggak neng…kalo gak percaya…ayo Nadya sayang tunjukkin memek kamu…”.

Nadya pun berdiri dan mengangkat dasternya sampai ke perutnya sehingga daerah bagian bawah tubuhnya terekspos dengan jelas.

“sekarang puter badan kamu…”.

Nadya berputar beberapa kali menunjukkan vagina dan pantatnya ke Anita, Putri, dan Sapto. Daerah selangkangan Nadya terlihat bersih, rapi, dan mulus tak ditumbuhi bulu serta tak ada satu goresan pun, begitu juga pantat Nadya.

“hmm..bagus…kalo gitu..coba sekarang buka dasternya…”, perintah Putri.

Nadya melucuti daster tanpa lengannya lalu berputar lagi seperti boneka display.
Nadya

Nadya

“bagus…badan dia masih bagus…”.

“oke..Mang Sapto…cek badannya Nadya di kamar…”.

“oke non…”. Sapto pun menuntun Nadya yang sudah telanjang.

“neng Putri…juga udah pernah ya?”, Udin berusaha memecah kebisuan karena Anita sedang ke kamar mandi.

“mm…iya, Pak…”.

“ouh…kalo misalnya maen ama bapak..mau gak?”, tanya Udin berharap besar karena dia begitu bernafsu melihat wajah Putri yang cantik nan imut itu.

“mm…”.

“Putri…katanya kamu mau mandi…mandi dulu sana…”. tiba-tiba Anita datang.

“permisi, Pak…saya mau mandi dulu..”.

“o yaudah silakan neng..”, pupus harapan Udin.

Anita pun duduk di samping Udin.

“Pak Udin…jangan tanya kayak gitu lagi ke Putri…”.

“kenapa emangnya, neng?”.

“si Putri itu maunya cuma sama Mang Sapto…”.

“Mang Sapto? bapak yang tadi?”.

“iya..”.

“lho kok? kenapa? padahal mukanya gak beda dari bapak ‘n umurnya juga kayaknya?”.

“wah…gak tau deh kalo itu..Putri gak pernah bilang…yang pasti dia cuma mau gituan ama Mang Sapto..”.

“tapi kok si neng Putri malah nyuruh si Mang Sapto bawa neng Nadya ke kamar?”.

“ya mana Anita tau…”.

“jadi bingung…”.

“udah..gak usah dipikirin..yang pasti Pak Udin capek kan?”.

“iya neng…rumah Pak Udin kan jauh dari sini…jadi lumayan lama nyetirnya..”, keluh Udin manja.

“yaudah…sini Anita pijitin…”.

“ooggg..”, dahak Udin.

“neng Anita udah cantik…jago mijet lagi…pasti enak kalo dijadiin istri..hehe…”.

“bisa aja, Pak Udin…oh ya..bentar ya, Pak…”. Setelah lama menunggu, Udin kaget melihat Anita yang kini berdiri di depannya tanpa busana.

“ne..ne..neng Anita..”.

“gimana, Pak…badan Anita bagus gak?”, tanya Anita menaruh kedua tangan Udin di pantatnya. Tak usah disuruh, Udin pun langsung meremas-remas pantat Anita.

“bagus banget, neng…tapi kok tiba-tiba…”.

“iya..tanda terima kasih dari Anita ‘n Putri…udah bikin Nadya jadi penurut ‘n pulang gak lecet…”.

“wah…jadi beneran boleh nih?”.

“iya, Pak…boleh…”,jawab Anita tersenyum. Udin pun menarik Anita mendekat dan menciumi perutnya yang rata.

“udah lama bapak pengen ngerasain memeknya neng Anita ini…”, ujar Udin sebelum mulai menciumi daerah segitiga Anita.

“mendingan kita lanjutin di kamar yuk, Pak…biar Pak Udin bisa sekalian istirahat..”.

“oh iya…ayo..ayo…”, Udin bersemangat. Udin mengikuti Anita dari belakang sambil memperhatikan sekaligus membayangkan segala kenikmatan yang bisa ia rasakan dari tubuh indah Anita.

“yuk, Pak sini…Anita jamin…langsung ilang capeknya…”, ujar Anita dengan sangat menggoda di depan pintu kamar.

“kayaknya neng Anita yang harus siap-siap capek…hehe…”.

Putri keluar dari kamar mandi setelah menyegarkan tubuhnya. Dia turun ke bawah setelah mengenakan pakaian dan langsung menuju kamar Anita.

“mmhh…”, suara sayup-sayup terdengar dari kamar Anita.

Dengan perlahan, Putri membuka pintu kamar Anita. Anita sedang menungging ke belakang dan Udin, si tukang sapu sekolah yang jelek itu sedang menyodomi Anita dari belakang dengan sangat bersemangat. Sepertinya Udin ingin penisnya benar-benar menghantam vagina Anita sampai mentok. Udin tentu senang sekali bisa menggagahi Anita yang dari dulu ia idam-idamkan. Sedangkan Anita juga terlihat sangat menikmati disetubuhi Udin, Anita dan Udin sangat kompak bekerja sama. Padahal baru kali ini mereka ‘berlaga’ di atas kasur, tapi gerakan kedua alat kelamin mereka begitu serasi, begitu harmonis seakan sudah berpuluh-puluh kali mereka bersenggama. Oleh karena itu, mereka berdua sama-sama terlihat begitu meresapi, menghayati, dan menikmati setiap sensasi yang muncul dari alat kelamin mereka berdua. Tanpa sadar, tangan Putri mengelus-elus daerah pribadinya sendiri.

“nggak…”. Putri menyadarkan dirinya sendiri dan menjauhkan tangannya dari daerah pribadinya. Dia menutup pintu kamar, tak ingin melihat lebih lama persenggamaan yang kelihatannya sangat nikmat. Putri menuju kamarnya, dan melihat Sapto sedang asik menyusu ke Nadya. Nadya masih mengangkang lebar, terlihat sperma meleleh keluar dari lubang vaginanya. Sapto pun menyadari kehadiran Putri. Dia langsung meninggalkan Nadya.

“eh non Putri..”.

“gimana, Mang..si Nadya…”.

“nurut banget..disuruh jilatin kaki Mang Sapto aja mau…”.

“wah bagus..bagus..kalo gitu..”. Sapto langsung memeluk Putri mendekat ke arahnya.

“hmm…Mang..hh…”, lirih Putri saat Sapto mulai mengendus-endus dan menciumi lehernya.

“wangi…non Putri abis mandi ya?”.

“iya, Mang…”.

“pantes aja…hmm…”. Sapto menikmati tubuh Putri yang benar-benar wangi.

Sapto

Meski baru selesai bersenggama dengan gadis cantik seperti Nadya, tapi nafsu Sapto langsung meloncat naik begitu menghirup aroma tubuh Putri yang segar nan wangi. Padahal habis ini, Putri berencana mengerjakan prnya, tapi entah kenapa dia tidak punya kuasa untuk menolak hasrat Sapto apalagi kedua tangan Sapto sudah mulai menggerayangi tubuhnya. Dan tanpa sadar, Putri sudah menggenggam penis Sapto seolah Putri sudah tak sabar ingin memasukkan batang itu ke tengah-tengah selangkangannya. Sapto langsung menarik Putri dan menutup pintu, bersiap untuk memuaskan 2 gadis cantik itu. Tak hanya Udin, Alex, Jody, dan Jamal pun kebagian mencicipi tubuh Anita karena Putri memang menyuruh Anita untuk menggunakan tubuhnya sebagai ucapan terima kasih karena telah ‘mendidik’ Nadya dengan baik. Kini, Nadya telah sepenuhnya memahami statusnya sebagai ‘boneka’ Putri. Setiap malam, Putri mengutus Nadya ke sekolah untuk melayani Alex, Udin, Jamal, dan Jody dan Anita ke kantor polisi untuk di’interogasi’, kadang mereka berdua berganti posisi. Sapto pun semakin ‘makmur’. Meski setiap pagi sampai sore dari Senin-Jumat, Anita dan Putri berada di sekolah, Sapto tidak merasa kesepian lagi karena kini Nadya pindah ke rumah Putri yang setia menemani Sapto di rumah seharian.

“haloo Pak Untung…”, kata Anita sambil cipika cipiki.

“eh neng Anita…”, balas Untung sumringah menerima cipika cipiki Anita dan dengan iseng, dia meremas pantat Anita.

“mana si Nadya, Pak?”. Anita tidak bisa melepaskan dirinya sendiri dari pelukan Untung.

“ada tuh di kamar…”.

“coba, Pak…Anita mau liat..”, Anita melepaskan pelukan Untung dan berjalan ke kamar. Anita tersenyum melihat Nadya yang sedang tidur dengan dipeluk Roy dan Yono.

Anita berjalan lagi ke ruangan sel untuk mencari Renata dengan ditemani Untung, Bambang, Johan, dan Adam. Renata tidur terlentang dengan kaki mengangkang lebar, vaginanya terlihat memerah. Terlihat jelas kalau vagina dan pantat diserbu habis-habisan karena begitu berantakan dengan noda-noda putih yang telah menjadi kerak di daerah selangkangan Renata. Beberapa napi sedang beristirahat di sel mereka masing-masing. Dengan perlahan, Untung mengunci semua pintu sel kecuali sel Renata. Di sel Renata, ada 2 pria tidur di dekatnya, sepertinya mereka yang terakhir menggempur Renata. Bambang mengangkat Renata yang benar-benar berantakan. Sperma ada di hampir semua bagian tubuhnya, aroma sperma begitu kuat menusuk hidung. Ibarat domba yang dilemparkan ke kandang srigala, Renata benar-benar ‘dimangsa’ habis-habisan oleh para napi. Setelah mengeluarkan Renata, Johan langsung mengunci pintu sel. Bambang membawa dan menaruh Renata di atas tikar yang Adam gelar.

“neng Anita..kita mau patroli dulu ya…”, izin Adam.

“oh yaudah, Pak..ati-ati ya…”. Adam dan Untung pun cipika cipiki ke Anita, lumayan untuk menambah semangat sebelum patroli keliling kota. Anita memperhatikan Bambang dan Johan. Ada sesuatu yang beda dari pandangan mereka ke Renata. Sesuatu yang spesial.

“Pak Bambang..Pak Johan…”.

“iya neng?”.

“tolong bangunin Nadya ‘n Renata ya..abis itu anterin mereka ke rumah Putri ya…”.

“lho? emang neng Anita mau kemana?”.

“ada urusan sebentar..tolong ya, Pak…”.

“oke neng..beres neng…”.

“Anita pergi dulu ya..daah..”. Anita pergi meninggalkan kantor polisi itu.

“brrmm…brrmm…”. Nadya dan Renata turun dari motor polisi Roy dan Bambang.

“Pak Roy…Pak Bambang makasih ya…”, ujar Nadya manja.

“iya neng…”. Nadya menuntun Renata masuk ke dalam rumah Putri.

“lo tunggu disini Ren…”.

Renata duduk terbengong, dia masih bingung apakah semua yang terjadi ini benar-benar nyata dan bukanlah hanya mimpi semata? Apalagi saat ingatan perkosaan yang dialaminya semalaman suntuk melintas di otaknya membuat Renata semakin susah untuk mempercayai apa yang telah terjadi. Nadya kembali bersama Putri dan duduk di sofa di depan Renata.

“gimana, Ren? enak tadi malem?”.

“…”, Renata memandang Putri dengan tatapan bingung. Marah tapi takut terhadap Putri.

“lo kan demen sama sampah masyarakat kayak Arman sialan itu? harusnya lo terima kasih sama gue…”.

“gue tau gue emang pantes dihina sama lo…tapi pleaaasseee banget Put…jangan sampe ortu gue tau…”.

“cuma satu syarat…lo mesti nurutin semua perintah gue…’n jadi anak buah gue kayak Nadya…”.

“nngg…i..i..iya…Put..”. Putri tersenyum lalu melihat ke arah Nadya. Tanpa berkata apa-apa, Nadya jongkok di hadapan Renata.

“mau ngapain lo, Nad?!”.

“udah..lo santai aja Ren…”, jawab Nadya seraya melebarkan kaki Renata. Nadya menarik celana pendek Renata dan mendekatkan mulutnya ke vagina Renata.

“Naaddhhh !!”, lirih Renata pelan saat lidah Nadya mulai bergerak dengan lincahnya. Putri malah asik mendengarkan lagu di handphonenya seperti tak terjadi apa-apa, padahal di depannya sedang ada pemandangan yang begitu erotis.

“MMMMHHH !!!”, Renata melenguh, kepalanya ke atas, seluruh saraf di tubuhnya menegang untuk melepaskan puncak kenikmatan yang sedang ia rasakan.

“uu..daahh…”, Renata meminta ampun ke Nadya yang tak henti-hentinya membuat dirinya orgasme. Nadya tak mengindahkan permintaan Renata, dia begitu fokus melahap vagina temannya itu.

Renata merasa selangkangannya sudah benar-benar becek oleh air liur Nadya yang bercampur dengan cairan vaginanya sendiri. Nadya disuruh Putri untuk membuat Renata ‘sibuk’ sampai Anita pulang. Meski Renata mendesah, melirih, mengerang. Putri tidak terganggu dan tetap asik mendengarkan lagu lewat earphonenya.

“non??”, Sapto menggoyang tubuh Putri.

“hah?! aduh..ngagetin aja nih Mang Sapto…”, ujar Putri sambil melepaskan earphonenya.

“abisnya…dari tadi Mang Sapto panggil..gak jawab-jawab..”.

“hehe..maap Mang…gimana, Nit? udah dapet barangnya?”.

“iya..nih Put…”. Putri mengeluarkan isi dari kantong plastik itu. Sebuah celana dalam dengan dildo tepat di bagian tengah di bagian dalam cd itu.

“Nad…minggir…”. Nadya bangun dan mengelap mulutnya yang belepotan cairan.

Renata masih terengah-engah, terlalu lemas untuk merapatkan kedua pahanya. Vagina Renata pun jadi seperti tontonan bagi Putri, Nadya, Anita, dan Sapto. Sapto ngiler berat melihat vagina Renata. Bagi Sapto, vagina Renata seolah-olah mengundang penisnya untuk masuk. Ingin sekali rasanya Sapto membuka celananya dan membebaskan ‘burung’nya untuk terbang masuk ke dalam vagina Renata.

“hayo Mang Sapto ngeliatin apa? sampe segitunya?”, tanya Putri.

“hehe…maap non…”.

“dasar Mang Sapto nih…”, kata Putri mencubit perut Sapto.

“Ren…mulai saat ini…lo pake cd ini…Nit, pakein…”.

“okeh…”. Anita memakaikan celana dalam baru untuk Renata. Penis palsu itu pun langsung diselipkan masuk ke dalam vagina Renata.

“enak gak, Ren…sekarang V lo gak bakal kosong lagi..”, ejek Putri.

Renata hanya diam pasrah saja padahal selangkangannya terasa tidak nyaman ‘terganjal’ dengan dildo. Dildo yang sekarang ‘menghuni’ liang vagina Renata mempunyai remote sebagai pengontrolnya. Sedangkan celana dalamnya mempunyai gembok di pinggangnya sehingga tak bisa dibuka kecuali oleh Putri yang memegang kunci dan remotenya.

“Mang…bawa dia ke kamar..kayaknya capek…”.

“ok non…”.
Renata

Renata

Sapto menggendong Renata setelah memakaikan celananya kembali. Sebenarnya, Sapto sangat gemas dengan tubuh Renata yang sekal dan montok apalagi kedua buah payudaranya, tapi Sapto bisa menahan nafsunya karena dia tahu Putri masih ingin memberikan pelajaran ke Renata. Lagipula, masih ada Nadya dan Anita yang bisa dijadikan tempat pelampiasan nafsu oleh Sapto. Belum lagi ada si cantik Putri, majikannya, yang sudah mengerti benar bagaimana caranya memuaskannya.

“neng Rena…kapan-kapan kita tidur bareng ya..hehe…”, ujar Sapto seraya meninggalkan kamar.

Tanpa disadari semua orang, sebenarnya Sapto adalah kunci dari rencana balas dendam Putri. Meski rencananya dari Reisha, tapi semua executornya adalah teman-teman Sapto yang ‘kecipratan’ rezeki untuk bersenggama dengan gadis-gadis cantik. Putri baru bisa percaya dan menganggap mereka sebagai keluarga setelah Sapto mencicipi tubuh mereka. Lihat saja, Anita dan Nadya, Putri sudah percaya kepada mereka setelah Sapto tidur dengan mereka dan tidak menyiksa mereka berdua lagi, yah kecuali ‘jadwal’ rutin mereka. Sambil berjalan kembali ke ruang keluarga, Sapto tersenyum-senyum sendiri. Saat menerima untuk bekerja di keluarga ini, Sapto tidak pernah berpikir kehidupannya akan berubah drastis. Pertama, mulai dari Reisha yang sangat Sapto sayangi. Lalu sepeninggal Reisha, ada Putri sebagai penerusnya, meski awalnya perkosaan, tapi toh kini Putri sangat ‘lengket’ ke Sapto. Dan setelah itu, Anita dan Nadya. Dan sebentar lagi, Sapto bisa menikmati kehangatan tubuh Renata. Saat muda, Sapto tidak pernah laku. Dia putus asa, tak ada yang mau dengannya, sampai akhirnya ada yang mau menjadi istrinya yang menemaninya dengan setia meski tak mempunyai anak karena istrinya mandul. Hidup memang seperti roda, Sapto kurang laku saat muda, tapi kini, justru di masa tuanya, penis Sapto telah ‘membelah’ kemaluan 4 orang gadis yang semuanya masih muda, cantik, dan sexy. Dan Sapto telah membuat 4 gadis itu bertekuk lutut sampai merelakan daerah pribadi mereka menjadi ‘rumah tetap’ bagi penis Sapto.

Renata menatap langit-langit kamar. Dia ingin menggerakkan tubuhnya, tapi malas karena jika kakinya bergerak sedikit saja, dildo langsung menggesek dinding vaginanya yang tentu saja membuat nafsunya ‘terusik’. Renata tahu, meski ada benda yang ‘mengganjal’ vaginanya, pasti susah mendapat orgasme karena dia tidak bisa menyentuh daerah pribadi miliknya sendiri. Tentu saja, nafsu yang tidak terlepaskan dengan orgasme pasti akan membuat jengkel dan tubuh akan menjadi panas dingin. Lama-lama Renata mulai mengantuk dan akhirnya ia tertidur.

“mmhh…”. Mata Renata langsung terbuka lebar, padahal dia sedang tertidur pulas tadi, tapi dia langsung terbangun saat menyadari ada yang bergerak di dalam liang vaginanya.

“bzzzz…”.

“nnhhhh…hmmmhhh…”, lirih Renata pelan. Dildo yang benar-benar memenuhi rongga vagina Renata itu mulai berputar 360 derajat di porosnya terus menerus. Apalagi, ada tonjolan-tonjolan di sekujur dildo itu yang bergesekkan dengan dinding vagina Renata.

“eemmhhh…”, desahan Renata begitu lembut keluar dari mulutnya. Renata belum pernah merasakan rasa nikmat yang seperti ini, vaginanya seperti dikelitik terus menerus yang menimbulkan rasa tersendiri. Tubuh Renata mulai terasa panas, tangan Renata tanpa disadari bergerak ke arah payudaranya sendiri. Renata pilin-pilin kedua putingnya sendiri untuk memaksimalkan rasa nikmat yang sedang melandanya.

“MMMHHH !!!”, Renata melenguh, kedua kakinya menegang. Seperti punya sensor, dildo itu langsung berhenti setelah Renata orgasme.

“hhh…hhhh….”, Renata terengah-engah berusaha mengatur nafasnya setelah mencapai puncak kenikmatannya tadi. Mulai hari itu, Renata harus membiasakan dirinya dengan dildo yang bisa ‘aktif’ sewaktu-waktu dan tak terduga. Ternyata, remote yang dipegang Putri hanya untuk on/off saja dan untuk menyetel berapa rpm (rotasi per menit) dari dildo itu. Sedangkan, untuk aktifnya, dildo itu memang mempunyai sensor cairan. Jika liang vagina Renata sudah ‘kering’, pasti dildo itu akan langsung berputar.

Vagina Renata pun jadi tak ubahnya seperti ‘tambang minyak’ yang dibor oleh dildo itu. Suatu hari, Anita mengajak Renata pergi ke sebuah mall. Mau tidak mau, Renata pun ikut dengan Anita. Renata benar-benar kesulitan berjalan dengan keberadaan dildo itu. Sekali melangkahkan kakinya, dildo itu langsung bersegekkan dengan dinding vaginanya sehingga seperti ada arus listrik yang menjalar di sekujur tubuh Renata. Orang-orang banyak yang melihat cara jalan Renata dengan pandangan aneh. Wajah Renata sangat merah, malu mengetahui orang-orang memperhatikannya.

“Nit…gimana nih kalo tiba-tiba bergerak?”, bisik Renata setelah berada di dalam bioskop.

“ya…lo tahan aja…”, jawab Anita singkat sambil tersenyum licik. Ketakutan Renata terjadi. Setelah 15 menit film bermain, dildo itu mulai mengebor vaginanya. Renata menggigit bibirnya sendiri agar desahan tidak meluncur keluar dari mulutnya.

“Ren…mendingan lo diem deh…daripada lo diliatin orang…”, ledek Anita karena Renata tidak bisa diam.

Renata akhirnya berusaha tenang, dia merapatkan kedua kakinya dan menggenggam tangan Anita erat. Ingin sekali Renata mengabaikan dildo yang ‘mengganjal’ vaginanya, tapi putaran dildo terlalu nikmat untuk biasa diabaikan Renata. Cowok yang di sebelah Renata mulai penasaran bunyi dengung yang ia dengar secara samar-samar. Dari cahaya yang berasal dari film, cowok itu bisa melihat ekspresi wajah Renata yang ada di sebelahnya. Terlihat seperti orang yang sedang menahan-nahan sesuatu. Cowok itu sangat penasaran, apalagi wajah Renata saat itu terlihat sangat menggoda, tapi cowok itu tak berani bicara karena di sebelahnya ada pacarnya.

“hhmmmppphhh….”, Renata menggigit bibir bawahnya sendiri dengan kuat untuk meredam lenguhannya saat orgasme.

“Nit…ntar aja keluarnya…”, bisik Renata setelah film selesai.

“kenapa?”.

“pokoknya ntar aja ya Nit…pleaaassee…”, Renata memelas.

“yaudah deh…ok…”.

Cowok yang ada di sebelah Renata berdiri lalu tersenyum kepadanya setelah pacar cowok itu balik badan bersiap keluar studio. Dengan wajah bingung, Renata melihat ke cowok itu.

Kenapa senyum tuh cowok? jangan-jangan…. Renata jadi malu sendiri. Begitu sepi, dua gadis cantik itu pun meninggalkan bioskop. Dengan cara jalan yang tetap tak biasa, Renata mengikuti Anita ke parkiran.

“gimana, Ren? enak gak tadi?”.

“mm…”.

“jawab…gue tanya diem aja…”.

“i..i..ya…”, jawab Renata tertunduk malu. Renata tidak bisa memungkiri betapa dahsyatnya orgasme di tempat umum apalagi ada yang menyadari seperti tadi.

“jadi lo suka? haha…ntar gue bilang ke Putri deh…supaya cd lo gak dibuka..”.

“nggak…jangan, Nit…lepasin cd ini pleaasee..”.

“bukannya lo suka kalo V lo dijejelin?”, ejek Anita.

“pleaasee Nit…gue janji…gue bakal jadi anak buah Putri selamanya…”.

“bener lo?”.

“bener….”, jawab Renata hampir menangis.

“oke…ntar gue minta Putri lepasin cd lo…tapi gue gak bisa jamin…soalnya Putri dendam banget ama lo dibandingin gue atau Nadya…”.

Mengingat perlakuannya terhadap Putri dulu, nyali Renata menjadi ciut membayangkan kalau dildo itu akan tetap di ‘sana’ seumur hidupnya. Malamnya, Anita berbicara ke Putri soal Renata.

“NGGAK !! biarin aja dia pake cd itu terus…”.

“tapi, Put…kasihan juga dia…katanya dia bener-bener minta maaf ke kamu…bener-bener nyesel…”, bujuk Nadya.

“NGGAK !! pokoknya sekali NGGAK tetep NGGAK !!”, teriak Putri meninggalkan Anita, Nadya, Renata, dan Sapto.

“neng Rena…bener-bener nyesel?”.

“iya, Pak…saya nyesel banget…saya janji bakal jadi anak buah Putri ‘n ngejagain dia…”.

“panggil aja Mang…yaudah…kalo gitu biar Mang yang bujuk…”.

Tak beberapa lama kemudian, Sapto kembali dengan membawa sebuah kunci.

“ini kuncinya, neng…katanya non Putri…neng Rena harus nepatin janjinya…”.

“iya, Pak..eh Mang…saya janji..”.

Sapto pun jongkok dan membuka cd Renata.

“hmm…”, lirih Renata pelan saat Sapto dengan sengaja menarik keluar dildo dari vagina Renata dengan sangat perlahan.

Lega sekali yang dirasakan oleh Renata, tak ada lagi rasa ‘mengganjal’ di selangkangannya.

“makasih ya Mang…udah ngebujuk Putri…”.

“iya sama-sama neng…”. Renata pun memakai hotpantsnya lagi untuk menutupi vaginanya. Sebenarnya, Sapto sudah ngiler berat ingin menyelipkan batang kejantanannya ke celah sempit Renata, tapi Putri belum memberi izin, lagipula Renata belum ‘mencuci’ vaginanya setelah berhari-hari digenangi cairan vaginanya sendiri. Renata pun jadi seperti pembantu Putri, menyiapkan sarapan dan seragam sekolah. Pokoknya melayani Putri bagai seorang pembantu. Bukan Putri namanya kalau tidak bisa memaafkan orang. Setelah 1 minggu, hati Putri akhirnya melunak. Dan kini, Renata juga menjadi keluarga. Sapto pun telah mengantongi izin dari Putri untuk bisa ‘bersama’ Renata. Jadi mulai sekarang, ada Renata dan Nadya yang bisa menemani Sapto jika Putri dan Anita sedang sekolah. Semakin banyak ‘pilihan’ bagi Sapto setiap harinya. ‘jadwal’ rutin dari Putri merubah pola pikir Nadya dan Renata, mereka berdua kini tak memikirkan masa depan mereka, yang ada di pikiran mereka hanya sex sex dan sex. Mereka berdua kini begitu total melayani setiap pria baik yang dikenal ataupun tidak. Tapi, Putri rutin memberikan obat yang membuat daerah kewanitaan mereka tetap steril, kesat, sempit, dan wangi. Terhindar dari penyakit kelamin dan kehamilan serta rusaknya bentuk alat kelamin mereka. Sedangkan Anita sibuk belajar untuk kelulusannya sehingga Putri membebaskannya dari ‘tugas’.

“Rena…kamu mau ya jadi istri Om?”, tanya Bambang yang sedang bermesraan di ranjang bersama Renata.

“mauu Om…”, jawab Renata senang.

“bener kamu mau?”, tanya Bambang sekali lagi untuk memastikan gadis cantik yang ada di depannya kini benar-benar mau menjadi istrinya.

“iya, Om…Rena mau…tapi..Om Johan juga udah ngelamar Rena kemaren…gimana dong?”.

“yaudah…kamu kan jadi punya 2 suami…”.

“polyandri dong? boleh deh…tapi Om bilang ama Putri ya…takutnya gak boleh…”.

“ok…ntar Om bilang…nah kalo gitu…Om minta jatah duluan…hehe…”. Bambang dengan cepat sudah berada di atas menindih Renata.

“ih..udah Om…geliii…udaah…”, desah Renata manja. Bambang terus menggesek-gesekkan kumisnya ke kedua puting Renata. Bambang dan Renata selalu melakukan foreplay dengan sedikit bercanda agar saat bermain nanti menjadi lebih bergairah. Tubuh Bambang menutupi tubuh Renata. Pasangan yang sedang dilanda nafsu itu begitu mesra dan bernafsu saat berciuman. Bambang benar-benar bersyukur telah bertemu dengan Renata. Sudah 4 tahun dia menduda sejak bercerai dengan istrinya. Pertama kali Bambang melihat Renata waktu itu, dia langsung jatuh hati apalagi Renata begitu sinkron dan kompak saat bersenggama dengannya. Awalnya, Bambang agak takut juga cintanya ditolak karena Renata masih muda serta cantik, berbanding terbalik dengan Bambang yang sudah berumur. Tapi, Bambang akhirnya yakin kalau cintanya tak bertepuk sebelah tangan. Renata sama sekali tak menunjukkan penolakan saat Bambang mulai pdkt. Alasan Renata menerima pendekatan Bambang karena Renata merasa nyaman sekali berada di dekat Bambang. Renata tidak pernah merasa begitu dicintai, disayangi, dibutuhkan, dipuja-puja sekaligus merasa begitu dikuasai dan di dominasi oleh Bambang. Tapi, yang membuat Renata bingung, Johan juga menyukainya akhirnya dia bingung memilih yang mana. Renata pun bilang ke Johan soal usulan Bambang tadi dan Johan pun menerimanya dengan senang hati. Berbagi istri dengan laki-laki lain merupakan fantasi Johan sedari dulu.

Sejak saat itu, Renata sering bergairah sendiri saat memikirkan dirinya akan dipersunting oleh 2 pria sekaligus. Tubuhnya nanti akan menjadi hak milik 2 pria yang akan tinggal serumah dengannya. 2 pria yang akan saling berbagi jatah untuk mengisi rahim wanita yang mereka cintai yaitu Renata. Renata benar-benar tidak sabar ingin segera menjadi istri Bambang dan Johan. Renata semakin rajin merawat tubuh dan daerah kewanitaannya demi Bambang dan Johan. Renata ingin sekali mempersembahkan yang terbaik untuk Bambang dan Johan. Tubuh dan daerah kewanitaannya harus selalu sempurna untuk menyenangkan Bambang dan Johan, pikir Renata.

“neng Putri…kita mau ngomong sesuatu nih…”, ujar Bambang dan Johan yang sedang bertamu ke rumah Putri.

“iya, Pak…mau ngomong apa?”.

“begini…bapak sama Pak Johan ingin minta izin ke neng Putri soalnya kita bedua mau nikah sama Renata…”.

“iya neng…kita berdua pengen banget jadiin Renata sebagai istri…”.

“mm..boleh sih…tapi tunggu Putri naik kelas ya?”.

“lho? emang kenapa, neng?”.

“ada deh pokoknya…Pak Bambang ama Pak Johan mau kan nunggu? sebentar lagi..”.

“mm..iya deh…”.

Sebenarnya mereka berdua sudah ngebet ingin memperistri Renata dan menjadikan Renata milik mereka sepenuhnya, tapi Putri belum mengizinkannya jadi mereka harus mengurungkan niat mereka.

“terus kak Rena..mau bilang ke orang tua kak Rena?”, Putri bertanya ke Renata yang duduk di tengah-tengah Bambang dan Johan.

“mm…kayaknya nggak deh, Put…takut nggak boleh…”.

“oh…yaudah..terserah kak Rena…”.

Sebenarnya Putri sudah tahu kalau Bambang dan Johan menyukai Renata dari informasi yang diberikan Anita. Tapi, tak ada yang tahu kenapa Putri belum memberi izin (q juga gak tau yang dipikirin Putri…hhi). Sambil menunggu Putri naik ke kelas XII, Bambang dan Johan mendalami karakter Renata agar mereka tahu Renata luar dalam. Dan mereka berdua semakin yakin untuk memperistri Renata. Begitu Putri naik kelas, Bambang dan Johan tidak buang-buang waktu. Setelah Putri berkata ya, Bambang dan Johan langsung melakukan akad nikah di tempat dan dengan penghulu yang berbeda.

“Put…makasih ya udah ngizinin…”.

“iya, kak Rena…”.

“Ren…met menempuh hidup baru ya…”. Renata cipika cipiki ke Putri, Nadya, dan Anita.

“yah neng Rena pergi…gak bisa ngerasain ini lagi dong?”, canda Sapto sambil menunjuk ke payudara Renata.

“iya dong, Mang…ini kan sekarang punyanya Mas Bambang ‘n Mas Johan…jadi Mang Sapto gak boleh lagi…lagian kan masih ada Nadya, Anita sama Putri…”.

“aaww…”. Putri mencubit pinggang Sapto, wajah Putri menunjukkan wajah cemburu.

“hayo lho, Mang…Putri marah tuh…”.

“cuma becanda non…jangan marah donk…”.

Putri memalingkan wajahnya pura-pura marah, tapi akhirnya tidak tahan ingin tersenyum juga. Orang-orang lain di bandara melihat gerombolan Putri dkk. Aneh sekali. Di gerbang keberangkatan ada seorang gadis cantik yang ditemani 2 bapak-bapak. Sedangkan yang satu lagi, ada seorang bapak-bapak dengan 3 gadis cantik di dekatnya. Setelah berpamitan, Renata, Bambang, dan Johan pun naik ke pesawat mereka yang akan membawa mereka ke Kalimantan karena Bambang dipindah tugaskan ke sana sementara Johan meminta sendiri untuk tugas di Kalimantan.

“Nad…lo nyetir…kita berdua di depan aja…”.

“oke, Nit…”.

“Mang Sapto genit nih…tadi pake godain kak Rena segala…”, ujar Putri manja.

“hehe…cuma becanda non…enakan juga punya non Putri..”, tangan Sapto pun sudah menyusup masuk ke dalam kaos Putri untuk menggenggam ‘gumpalan daging’ Putri yang benar-benar kenyal itu. Anita dan Nadya hanya senyum saja melihat Putri dan Sapto seperti sepasang kekasih yang serasi dan sedang dilanda kasmaran padahal umur mereka terpaut sangat jauh. Malam hari, di Kalimantan sana.

“Mas Bambang ‘n Mas Johan udah lama nunggu ya…”, ujar Renata keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk yang melilit di tubuhnya.

Renata tersenyum lalu membuka lilitan handuk untuk memperlihatkan tubuhnya ke 2 suami barunya. Dengan gerakan perlahan dan anggun, Renata duduk di tengah-tengah ranjang lalu menggerakkan jari telunjuknya untuk mengundang Bambang dan Johan naik ke atas ranjang. Renata sudah siap rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas pertamanya sebagai seorang istri yaitu melayani dengan sebaik-baiknya. Bambang dan Johan pun sudah sangat siap menunaikan tugas mereka yaitu memberikan nafkah batin ke Renata. Meski bukan pertama kali Bambang dan Johan melihat tubuh Renata seutuhnya, tapi malam ini, Renata terlihat lain, benar-benar cantik, menggoda, dan begitu menggiurkan. Mungkin karena mulai malam ini Renata sudah menjadi istri mereka dan hanya milik mereka berdua sehingga menambah aura keanggunan Renata.

“mmmhh…”, lirih Renata pelan karena Bambang dan Johan sama-sama sedang menciumi lehernya. Malam itu benar-benar malam yang tak bisa dilupakan Renata seumur hidupnya, tak pernah dia bercinta begitu bergairah seperti malam itu, malam pertamanya sebagai seorang istri dari 2 pria tua yang benar-benar mencintainya itu.

**************************
Darto

Darto

“mm…enak Sha…teruss…”, desah Darto. Darto membelai kepala Reisha. Reisha begitu fokus menjilati batang kemaluan Darto. Dengan lincahnya, lidah Reisha mengikuti setiap lekuk penis Darto. Darto benar-benar merasa di surga, Reisha memang tiada duanya, pikir Darto. Begitu hebat memuaskan pria dan tahu caranya melayani kemauan pria mulai dari foreplay sampai selesai sex. Untuk foreplay, biasanya Reisha mempasrahkan tubuhnya untuk digelitik, diciumi, dicupang, dan segala bentuk rangsangan lainnya. Saat sudah mulai ‘action’, Reisha selalu mengambil alih saat menit-menit pertama untuk ‘memanaskan’ suasana dan selanjutnya di serahkan ke pasangannya. Dan jika persenggamaan itu sudah selesai, biasanya Reisha akan menempatkan dirinya sendiri seperti budak seks dan mau melakukan apa saja pasca-sex. Reisha tak segan-segan menuruti perintah apa saja dari pria yang sedang bersamanya. Mulai dari mengelap batang kejantanan sang pria dengan baju yang akan ia (Reisha) kenakan lagi, menjilati lubang anus, ketiak, dan kadang-kadang Reisha tak segan mengemuti semua jari-jari kaki dari si pria jika disuruh. Tapi biasanya, tak usah disuruh, Reisha langsung menjilati alat kemaluan sang pria sampai bersih. Jadi, tak heran kalau pria yang bersenggama dengan Reisha merasa seperti raja yang sedang ‘dilayani’ oleh selirnya. Kepala penis Darto yang seperti jamur itu diemuti Reisha berkali-kali, lidah Reisha begitu aktif mengulik lubang kencing Darto untuk mengais sisa sperma yang mungkin masih ada di sana. Reisha mengelus-eluskan penis Darto yang sudah loyo itu ke pipinya lalu memandang ke mata Darto sambil tersenyum manis.
Reisha

Reisha

“Reisha…bapak sayaaang banget…”, kata Darto sambil memandang wajah Reisha yang belepotan sperma. Meski belepotan sperma, wajah Reisha tetap cantik, malah semakin menggoda.

“iya, Pak…Reisha juga sayang sama bapak…”, balas Reisha yang kini sedang asik menciumi kantung buah zakar Darto.

“BRAAK !!”. Sebuah kesalahan fatal telah dilakukan Darto. Biasanya, Darto tak lupa mengunci pintu rumah Reisha, tapi karena tadi keburu nafsu, Darto jadi lupa.

“DASAR BANDOT TUA !!”, teriak Aisya.

Bagaimana Aisya tidak marah besar, pemandangan yang ada di depan matanya benar-benar menyulut kemarahan. Suaminya, Darto, sedang duduk mengangkang lebar dengan alat kelaminnya sedang diciumi seorang gadis. Sepandai-pandai tupai melompat, akhirnya akan jatuh juga. Tetangga Reisha sudah curiga karena setiap Darto masuk ke rumah Reisha, pasti keluarnya setelah 3 jam atau lebih. Aneh juga kan seorang RT berlama-lama di rumahnya sampai 3 jam lebih?. Apalagi rumah yang sering didatangi Darto itu adalah rumah gadis cantik. Tentu saja menambah pikiran negatif para tetangga.

“Ma…Mama…”, Darto benar-benar panik.

“DASAR PELACUR !!! PLAAKK !!!!”. Reisha ditampar begitu keras setelah ia berdiri. Pipi Reisha yang tadinya putih kini berubah menjadi merah.

Reisha mengelus pipinya sambil tersenyum sinis. Reisha menuju kamarnya. Sementara di ruang tamu, Darto sedang dimaki-maki istrinya. Reisha langsung keluar dengan membawa tas yang berisi pakaiannya. Dia menaruh kunci rumahnya di meja. Semua barangnya sudah dibawa, sepertinya Reisha akan pindah. Reisha masuk ke dalam mobilnya dan pergi, tak mau masalah menjadi lebih panjang. Reisha terlihat tenang, tak seperti orang yang baru saja dilabrak. Bagi Reisha, kejadian tadi bukanlah kali pertama dia alami. Mungkin sekitar 4x dia dilabrak. Reisha tahu ini resiko gadis penggoda seperti dirinya. Sebenarnya, Reisha juga sudah ingin pindah dari rumah kontrakannya itu. Bosan juga dengan Darto yang ‘bertamu’ setiap hari.

“huh…sakit juga ditampar ibu-ibu gemuk….”, komentar Reisha sendiri sambil mengelus-elus pipinya.

“oh iya…”. Reisha merogoh tasnya. Dia mengelap wajahnya yang lengket dengan tisu basah miliknya. Wajahnya sangat lengket karena sperma Darto belum dibersihkan sedari tadi. Apalagi AC mobil membuat sperma di wajah Reisha jadi cepat mengering.

Untung, Reisha sudah mencari rumah kontrakan yang sudah ia cari kemarin-kemarin. Dia langsung mengemudikan mobilnya ke tempat itu.

“halo Put…”.

“eh kak Reisha…ada apa, kak?”.

“ini…kakak udah nggak tinggal di tempat yang dulu, Put…”.

“lho? kenapa?”.

“bosen…lagian…sempit…”.

“terus kakak tinggal dimana?”.

“kakak sih udah ada rumah yang kakak incer…tapi belum kakak beli…nih kakak lagi mau ke sana…kamu lagi apa?”.

“Putri baru pulang sekolah nih, kak…”.

“oh iya..gimana tuh kabarnya si Rena?”.

“oh kak Rena? dia udah hamil katanya…”.

“kok cepet banget?”.

“iyalah, kak…suaminya ada 2…pasti cepet lah..”.

“oh iya ya…”. Putri asik mengobrol dengan Reisha sampai-sampai Putri lupa kalau sedang duduk di atas perut Sapto. Putri memang baru pulang sekolah, tapi dia sudah berduaan dengan Sapto di kamar. Tadi, saat Reisha menelpon sebenarnya Putri dan Sapto sedang melakukan pre-foreplay. Putri saja baru membuka cd dan hem seragamnya.

Jadi, Putri duduk di perut Sapto dengan kaos dan rok abu-abunya. Dan karena tadi Putri telah membuka cdnya, tentu saja vaginanya yang tak tertutup apa-apa itu menempel erat dengan perut Sapto. Sapto menekuk kedua kakinya sehingga Putri bisa menyender ke belakang. Sapto hanya diam saja sambil bersantai dan memandangi makhluk cantik yang sedang duduk di atas tubuhnya. Sapto pun mulai berkhayal saat memandang ke arah perut Putri. Ingin sekali Sapto melihat perut Putri membuncit. Buncit karena mengandung seorang anak. Pasti lengkap sudah kebahagiaan dalam hidupnya jika sudah melihat Reisha dan Putri mengandung anaknya, itu yang dipikirkan Sapto. Sapto sadar dari lamunannya saat merasakan belaian halus di pipinya.

“bentar ya….”, meski tak keluar suara dari mulut Putri, tapi Sapto bisa membaca gerak bibir Putri berkata demikian.

Sapto hanya mengangguk dan tersenyum. Beberapa menit menunggu, Sapto mulai bosan. Sapto pun iseng menyingkap rok abu-abu Putri yang pendek ke atas untuk mengintip ‘surga kecil’ milik Putri yang sering dikunjunginya itu. Karena Putri menyender ke belakang, daerah pribadinya terekspos jelas ke Sapto. Vagina Putri memang benar-benar indah. Tak usah dijelaskan, pasti semua orang bisa tahu kalau daerah kewanitaan Putri sangat terawat. Bibir vagina Putri menutup dengan sangat rapat dan warnanya juga masih kemerah-merahan persis seperti pertama kali Sapto ‘jumpai’. Sapto, bahkan pemiliknya, Putri, bingung kenapa bentuknya masih bagus padahal setiap hari selalu dirojoki penis besar Sapto? Sapto menggunakan dua jari telunjuknya ‘menyibak’ bibir vagina Putri. Sapto menjadi semakin tak sabar saja setelah melihat bagian dalam vagina Putri. Warna daging bagian dalam vagina Putri berwarna merah muda, benar-benar menggiurkan dan sedap untuk dipandang mata. Sapto mengelus-elus bibir vagina Putri berharap Putri akan terangsang dan segera menyudahi pembicarannya.

“mmm…”. Putri mulai terganggu dengan aktivitas Sapto di daerah pribadinya.

“kak Reisha…udah dulu ya…Mang Sapto mulai iseng nih…”, ujar Putri sambil tersenyum ke Sapto.

“oh iya deh kak…kabarin lagi ya kak…kalo udah pasti dimananya…daah…mmuaacchh…”.

“Mang Sapto iseng nih…”, ujar Putri manja setelah menaruh hpnya di samping bantal Sapto.

“abisnya non Putri lama…hehe…”.

“iya maap deh, Mang…namanya juga ngobrol ama kakak sendiri…”, jawab Putri sambil meneruskan aktivitasnya yang terhenti tadi yaitu melucuti pakaiannya sendiri.

Kedua payudara Putri berguncang naik-turun begitu kaos terlepas dari tubuhnya.

“eits…ketangkep….hehe..”, canda Sapto yang langsung ‘menangkap’ kedua buah payudara Putri dengan sigap bagai menangkap buah yang akan jatuh. Putri hanya tersenyum manis. Sapto meluruskan kedua kakinya dan Putri langsung memundurkan pantatnya. Putri menekan penis Sapto ke perut Sapto sendiri lalu Putri menindih penis Sapto yang ‘tidur terlentang’ dengan vaginanya. Batang penis Sapto tepat berada di tengah-tengah belahan bibir vagina Putri. Putri merundukkan tubuhnya. Bibir Putri yang mendekat langsung disambut baik oleh Sapto. Sapto mendekap erat Putri. Dia begitu lahap melumat, mengemut, dan menjilati bibir Putri. Silat lidah pun tak bisa dihindari. Keduanya begitu menikmati percumbuan ini. Putri dan Sapto sama-sama terlihat sangat bernafsu saling pagut dan saling lumat. Tangan Putri berada di bawah punggung Sapto. Keduanya saling mendekap membuat tubuh mereka menempel dengan sangat erat sampai-sampai kedua tubuh yang kontras itu seperti menjadi satu tubuh saja. Putri memang sangat suka berciuman karena menurut Putri, dengan berciuman, dia bisa seperti tukar perasaan dengan Sapto dan selain itu, saat berciuman dia bisa merasakan kelembutan, kehangatan, dan kemesraan Sapto. Dan tentu saja, Sapto juga senang sebab bibir Putri begitu lembut, manis, dan beraneka rasa karena Putri sering gonta-ganti lipgloss dengan variasi rasa. Saking sukanya berciuman, mereka berdua pun membuat rekor sendiri, berciuman selama 5 menit 10 detik tanpa melepaskan bibir. Dan sampai saat ini, mereka belum bisa mengalahkan rekor yang mereka buat sendiri. Sambil terus sibuk bercumbu, Putri masih bisa menggerakkan pinggulnya maju mundur agar alat kelaminnya dan alat kelamin Sapto saling bergesekkan. Putri melakukan itu untuk ‘memanaskan’ dan menyiapkan vaginanya.

“mm…aaahhh…”, hela Putri bisa menghirup nafas lagi setelah melepaskan bibirnya dari bibir Sapto. Benang air liur pun terbentuk menghubungkan bibir Putri dan bibir Sapto. Dan air liur mengalir di sela-sela bibir, entah itu air liur Putri atau air liur Sapto. Yang pasti mereka berdua sangat menikmati percumbuan tadi.

“yah Mang…cuma 4 menit…”.

“ha? kirain udah lebih…ya udah deh…masih banyak waktu…buat mecahin rekor…hehe…”.

“iya, Mang…Putri siap selalu kok…hehe..”, goda Putri sambil tersenyum.

Meski setiap hari mereka bermesraan dan bercinta, gelora hawa nafsu mereka tak pernah turun karena tak ada kata bosan dalam kamus mereka. Setelah foreplay tadi, Putri dan Sapto pun siap untuk melakukan kebutuhan dasar dari semua makhluk hidup yaitu bereproduksi. Meski belum bisa mendapatkan fungsi utama dari reproduksi yaitu mempunyai keturunan, tapi setidaknya mereka berdua bisa mendapatkan kenikmatan dari proses reproduksi yang mereka lakukan setiap hari.

“Putri !”. Putri dan Sapto melihat ke arah pintu. Ada Nadya dan Anita yang sudah berdiri tanpa mengenakan apapun.

“kita ikutan dong….”. Nadya dan Anita berjalan mendekati Putri dan Sapto.

“ayo…kita keroyok Mang Sapto…”. Putri turun dari atas tubuh Sapto dan meloloskan roknya sehingga di depan Sapto kini ada 3 orang gadis cantik tanpa sehelai benang pun di tubuh mereka.

“Mang Sapto kuat kan..kita keroyok?”.

“tenang aja neng-neng cantik…dijamin punya Mang Sapto nggak bakal cepet puyeng…hehe…”.

“bener ya? kalo keok duluan ada hukumannya lho…”.

“yee…kalo gak percaya…ayo betiga maju sini…”, tantang Sapto.

“oke kalo gitu…serbu !!”. Begitulah kehidupan Sapto sekarang, satu rumah dengan 3 gadis cantik yang tak segan-segan melakukan ‘inisiatif’ terhadapnya.

Putri pun lulus dari SMAnya lalu mengambil tes masuk ke universitas Reisha dulu bersama Nadya dan Anita. Mereka bertiga lolos ujian itu. Begitu izin dengan kedua orang tuanya, Putri beserta Sapto, Anita, dan Nadya menuju ke rumah Reisha.

“non Reisha…”. Sapto langsung memeluk Reisha.

“aduh Mang Sapto…gak enak ah…ada Putri ‘n yang laen…”.

“hehe…abisnya kangen banget sih…”.

“mendingan Mang Sapto bawain barang-barang ke dalem deh…”.

“oke deh…”.

“kak Reisha !!”, teriak Putri sambil berlari ke arah Reisha.

“ini dia…adekku tersayang…”, ujar Reisha mengelus-elus kepala Putri yang kini sudah memeluknya.

“wah…rumah kakak jadi lebih luas daripada yang dulu ya?”.

“iya donk, Put…kakak sengaja cari yang gede…kan kamu ama Mang Sapto mau pindah bareng kakak…”.

“oh iya…”.

“yaudah sana..istirahat dulu…”.

“iya kak…”. Anita dan Nadya pun mendekat.

“yang mana Anita..yang mana Nadya nih?”.

“saya Anita, kak…”.

“kalau saya Nadya, kak…”.

“oh…iya iya…”. Reisha menyalami Anita dan Nadya bergantian.

“yaudah…ayo masuk yuk…”. Reisha membuatkan minuman untuk mereka semua. Sambil menikmati minuman, mereka pun bersenda gurau sekalian istirahat. Anita dan Nadya kelihatan segan dan jadi malu-malu dengan adanya Reisha.

“nah…Nadya sama Anita tidur di kamar yang itu dan itu ya…”, Reisha menunjuk ke 2 kamar yang bersebelahan.

“iya, kak…”.

“Putri tidur bareng kakak aja ya…”.

“boleh…”.

“kalo gitu Mang Sapto satu kamar ama non Putri ‘n non Reisha ah…”.

“dasar Mang Sapto…”.

“hehe…”. Mereka semua masuk kamar untuk menaruh barang bawaan mereka masing-masing. Di dalam kamar, tanpa malu-malu Putri melucuti pakaiannya sendiri.

“Put…badan kamu kayaknya makin bagus…”, ujar Reisha memperhatikan tubuh Putri yang kelihatan lebih aduhai dari sebelumnya. Payudara Putri terlihat lebih besar namun tetap kencang dan bulat. Pantatnya juga terlihat semakin membulat dan semakin berisi sampai-sampai Reisha seperti melihat versinya yang lain.

“emang iya ya, kak?”.

“iya…liat aja di cermin…”. Putri pun memperhatikan tubuhnya sendiri di depan cermin besar yang bisa memperlihatkan dari kepala sampai kaki.

“hmm…bener juga, kak…gara-gara Mang Sapto sih…ngegrepein Putri mulu tiap hari…”, ujar Putri melirik ke Sapto dan tersenyum.

“non Putri bukannya makasih…badan non Putri kan jadi bagus…hehe…”.

“iih..Mang Sapto….”, Putri mencubit pinggang Sapto.

“adu..du..duh..”.

“kak..Putri mau keluar dulu ya…”.

Putri sengaja keluar dari kamar, dia tahu Sapto dan kakaknya pasti ingin saling melepas rindu. Setelah pergi ke kamar mandi yang ada di luar kamar, Putri iseng, dia kembali ke kamar Reisha dan membuka pintu dengan sangat perlahan. Putri melihat kakaknya dan Sapto sedang bermesraan di atas ranjang. Keduanya sudah tak berpakaian lagi. Sapto memeluk tubuh Reisha yang menyender ke bahunya dengan sebelah tangannya. Sementara, tangan Reisha sedang ‘membangunkan’ burung Sapto. Dan kadang sesekali Reisha mencium dan mencupang leher Sapto. Meski umurnya terpaut lumayan jauh, tapi mereka berdua terlihat sebagai sepasang kekasih yang begitu serasi dan begitu mesra. Putri hanya tersenyum saja sambil menutup pintu. Kini, Sapto benar-benar bahagia. Tak ada lagi yang bisa memisahkannya dengan Reisha. Ditambah dengan 3 bidadari cantik lainnya di rumah itu. Benar-benar seperti berada di surga. Reisha, Anita, dan Nadya pun cepat akrab karena sifat Reisha yang sangat bersahabat. Reisha mengajarkan segala hal yang diperlukan untuk menjadi wanita sesungguhnya kepada Anita, Nadya, dan Putri. Make-up, pakaian, cara berjalan, cara bicara, cara makan, dan yang paling penting perawatan tubuh. Setiap minggu, Reisha selalu mengajak adiknya serta Anita dan Nadya ke sebuah salon perawatan khusus wanita untuk menjaga keadaan tubuh mereka. Sesuai perjanjian mereka berdua, Reisha dan Sapto pun akhirnya menjadi sepasang suami-istri yang sah di mata agama dan hukum. Hanya ada pesta kecil untuk mereka berlima saja. Malam harinya, setelah mengobrol bersama-sama di depan tv, Sapto menggendong Reisha ke kamar untuk melewati malam pertama mereka.
Anita

Anita

Tak beberapa lama kemudian, Reisha keluar dari kamar tanpa busana.

“Put…Nit…Nad…”.

“ada apa, kak?”, tanya mereka bertiga kompak sambil memperhatikan tubuh Reisha yang masih bersih dan ‘kering’, sepertinya belum diapa-apakan Sapto.

“buka baju kalian…”.

“kenapa?”.

“udah…buka aja dulu…”. Meski bingung, mereka bertiga tetap menelanjangi diri mereka sendiri.

“emangnya kenapa sih, kak?”, tanya Putri.

“ayo sekarang kalian ikut kakak…”, ujar Reisha menarik tangan Anita dan Nadya. Sementara tangan Anita memegang tangan Putri. Mereka berempat memasuki kamar.

“nah…Mas Sapto…kita kan udah sering malem pertama…ya kan?”.

“iya…”.

“malem ini kita ajak Putri, Nadya, ‘n Anita…supaya malem pertama kita rame…”.

“wah…ide bagus tuh Ma..”. Putri dan Reisha berdiri di samping kanan ranjang dan Nadya dan Anita di samping kiri ranjang. Sapto benar-benar berada di surga. 4 vagina dari 4 gadis cantik kini ada di samping kanan dan kirinya, siap untuk ‘digunakan’ bahkan siap untuk diapakan saja oleh Sapto. Semerbak wangi dari 4 vagina yang memiliki aroma harum yang berbeda-beda memenuhi hidung Sapto, membuat penis Sapto semakin mengeras yang berarti siap untuk membelah 4 pasang belahan yang rapat nan indah itu. Sapto tak menyangka kejadian ini. Dia pikir jika Reisha telah menjadi istrinya, Reisha tidak akan memperbolehkan wanita mana pun berhubungan dengannya kecuali Putri tentunya.

Tapi, ternyata sejak malam pertama itu, Reisha malah menyuruh Anita dan Nadya menjadi istri pengganti bagi Sapto jika dia sedang sibuk. Putri sebenarnya tidak ingin mengganggu Reisha dan Sapto dan ingin pindah ke kamar yang ada di sebelah kamar Reisha. Tapi, Reisha melarangnya dan menyuruh Putri tetap di kamarnya. Alhasil, Putri pun jadi ‘terlibat’ setiap malamnya. Reisha memang membolehkan Sapto menggagahi Nadya, Anita, dan Putri, tapi hanya membolehkan Sapto membuang spermanya ke rahimnya(rahim Reisha). Tentu saja Sapto tak keberatan sama sekali karena dia memang ingin menghamili Reisha. Sapto rajin sekali ‘mendepositkan’ benih-benihnya ke dalam istri barunya yang cantik itu dan Reisha pun dengan senang hati menyediakan rahimnya untuk menampung sperma suami tercintanya setiap hari atau kapanpun Sapto mau. Sapto dan Reisha saling menjaga alat kelamin masing-masing. Setiap pagi, mereka selalu mandi bersama dan saling membersihkan alat kelamin. Sapto merasa paling beruntung sedunia bisa memperistri Reisha karena selain cantik, Reisha sangat perhatian, setiap pagi Reisha selalu membuatkan sarapan, memakaikan baju, celana, maupun sepatu Sapto. Saking perhatiannya, setiap Sapto pulang setelah keluar dari rumah baik sebentar ataupun lama, baik memakai sandal ataupun sepatu, Reisha akan langsung bergegas mengambil sebaskom air hangat lalu Reisha membuka alas kaki Sapto. Kemudian, Reisha tanpa jijik akan menjilati setiap jengkal kaki Sapto dan mengemuti jari-jari kakinya sebelum dibasuh air hangat dan dikeringkan dengan handuk. Reisha ingin Sapto tahu kalau dia telah mengabdikan hidup untuknya dan akan menjadi istri yang baik, perhatian, penurut, dan memanjakannya setiap hari.

“yah kak Rena gimana dong? Andre kan pengen banget tinggal bareng kak Rena…”.

“maap ya Ndre…gimana kalo kamu dateng ke alamat ini…”.

Andre mencatat alamat yang diberikan Renata.

“nah…itu alamat rumah temen kakak…kalau kamu masih niat sekolah di Bandung…kamu tinggal di situ aja…”.

“tapi…cewek apa cowok, kak?”.

“emang kenapa kalo cowok?”.

“oh…kirain temen kakak cewek…”.

“dasar ganjen kamu…”.

“terus kalo Andre ke sana…bilang apa? masa tiba-tiba Andre dateng terus bilang mau numpang…”.

“udah pokoknya kamu dateng dulu…kalo ditanya…bilang aja kamu Andre..adiknya Rena…”.

“iya…tapi kapan Andre bisa ketemu sama kak Rena? Andre udah kangen pengen nyusu ke kak Rena nih…”, ujar Andre agak porno.

“udah SMA masih nyusu aja…ntar deh kalo ada waktu…kak Rena bakal main ke sana…”. Andre tidak tahu tentang kakak angkatnya itu telah menikah dengan 2 orang pria sekaligus dan sedang mengandung. Renata hanya memberi tahu Andre dan keluarganya kalau dia kuliah di Kalimantan. Andre pun berangkat di antar kedua orang tua angkatnya.

“ting tong…ting tong…”. Tak lama kemudian, seseorang keluar dari rumah.

“kamu Andre ya?”.

“iya, kak…”.

“dateng sendiri?”. 2 orang lagi turun dari mobil.

“Anita?”.

“eh Tante sama Om…apa kabar?”.

“ternyata temen Renata itu kamu…Tante kira temen Renata itu cowok…Tante takut banget lho…takut Andre jadi bandel…”.

“tenang aja Tante…Nita jagain Andre…kalo nakal…ntar Anita jewer…”. Mereka pun mengobrol di depan.

“ayo Om Tante…masuk dulu…gak enak ngomong di luar…”.

“gak usah Nit…Om sama Tante mau pergi lagi…”.

“oh yaudah…ati-ati ya Om, Te…”.

“Andre…jangan nakal ya…telpon tiap minggu…”.

“iya, Ma…”.

“nanti Papa kirim uang ke rekening kamu tiap bulan…”.

“iya, Pa…”. Setelah berpamitan, orang tua angkat Andre itu meninggalkan mereka berdua.

“ayo Andre…kita ke dalem…”.

Anita langsung menutup pintu begitu mereka berdua berada di dalam. Anita menuntun tangan Andre. Saat berjalan ke kamarnya, Andre melihat sesuatu pemandangan yang ‘aneh’. Ada seorang laki-laki yang sedang tengah duduk di sofa yang ada di depan tv. Dan 3 wanita yang bugil sedang mengerubungi selangkangan pria itu bagai semut menemukan gula. Sebagai pria, Andre tahu hanya ada satu benda yang ada di selangkangan seorang pria, tak lain dan tak bukan adalah alat kejantanannya. Tapi, pasti butuh ukuran yang di atas rata-rata untuk bisa ‘menarik perhatian’ 3 wanita sekaligus, pikir Andre. Andre tidak sempat melihat karena keburu sampai di dalam kamar.

“tunggu di sini ya, Ndre..”. Andre hanya bengong tak percaya, penisnya mulai bangun karena dia membayangkan dia ada di posisi pria itu. Saat asik melamun, pintu terbuka.

“….”, mulut dan mata Andre sama-sama terbuka lebar. 2 gadis cantik tanpa sehelai benang pun sedang berjalan ke arahnya. Dua-duanya ia kenal, Anita dan Nadya. Teman kakak angkatnya, Renata, yang sering ia jadikan bahan masturbasi jika Renata sedang sibuk.

“nah Andre…mulai sekarang…kamu tidurnya di sini bareng kita bedua…”.

“yang bener, kak??!”.

“iya…anggep aja kita pengganti Rena…”. Anita menuntun tangan kiri Andre ke vaginanya, sedangkan tangan kanan Andre sudah ada di vagina Nadya.

Kayaknya masa SMA gue bakalan indah nih, pikir Andre. Andre pun menjadi bagian keluarga itu. Anita dan Nadya selalu setia membuat Andre merasa hangat setiap malamnya. Anita dan Nadya pun memperlakukan Andre bak raja. Setiap pagi, sarapan langsung siap di samping kasur, mandi pun Andre tidak perlu repot, Nadya dan Anita siap memandikannya. Setiap pulang sekolah, Andre langsung menuju kamarnya karena pasti ada Anita atau Nadya yang sudah menunggunya di ranjang tanpa busana. Seperti mimpi saja, pulang sekolah, pusing setelah seharian berpikir, sampai rumah melihat gadis cantik yang siap ditiduri membuat Andre jadi selalu cepat pulang. Dan jika Andre mau buang air kecil pasti Nadya langsung mengikutinya lalu dengan senang hati membersihkan penis muda Andre setelah buang air kecil. Tidak hanya sex, Andre juga bisa belajar tentang pelajaran dari sekolahnya dari Anita karena Anita memang pintar dalam hal pelajaran IPA atau IPS. Dan yang menarik, saat belajar matematika, Anita merelakan tubuhnya menjadi tempat coret-coretan Andre. Tentu saja tempat favorit Andre menulis adalah di payudara, selangkangan, dan pantat Anita, dan tak jarang setelah selesai belajar Andre iseng dan menjadikan pensilnya yang tadi ia gunakan untuk menulis menjadi dildo ke Anita. Meski cara pengajaran yang aneh itu, Andre malah menjadi ingat terus menerus rumus-rumus yang telah ia tulis di tubuh Anita dan bisa mengerjakan semua soal matematika dengan mudah. Dan Anita selalu membersihkan tubuhnya setelah dicoret-coret Andre agar tetap sedap dipandang. Meski sudah punya Nadya dan Anita yang melayaninya, sebenarnya Andre ingin sekali merasakan kulit Putri yang kelihatan mulus itu, dia benar-benar penasaran, tapi Anita dan Nadya melarangnya karena Putri tidak boleh disentuh.

“maaf, Pak…Bapak ini ayahnya Ibu Reisha?”.

“bukan, Sus…saya suaminya…”.

“…”. Suster itu terdiam sejenak dan memandangi Sapto dari kepala sampai kaki. Mengingat wajah Reisha, suster itu tak percaya Sapto adalah suaminya.

“mm….kalo begitu Bapak silahkan masuk…Ibu Reisha minta di dampingi…”.

“hmmppphhh !!!”, Reisha mendorong sekuat tenaga. Tangannya mencengkram kuat tangan Sapto.

“terus Ma…terus !!”, Sapto hanya bisa mendukung Reisha dengan hati yang ketar-ketir.

Sapto ingin buah hatinya selamat, tapi tentu dia juga tidak ingin kehilangan Reisha, istrinya yang cantik.

“huf..huf…huf…”, Reisha mengatur nafas sebelum mulai mendorong lagi. Sapto mengelap keringat Reisha dan memperhatikan istrinya itu sedang berjuang antara hidup dan mati untuk mengantarkan buah hati mereka ke dunia.

“OWEEE !!”.

“selamat Ibu Reisha…bayi Anda laki-laki…”, ujar salah satu suster sambil memperlihatkan bayi mereka. Bayi laki-laki yang kelihatan sehat dan montok.

“saya bawa dulu untuk di bersihkan…”.

“Mas Sapto…”, lirih Reisha lemah.

“sshh…Mama istirahat aja dulu…”. Tak dapat disangkal, rasa gembira yang luar biasa dirasakan keduanya. Gembira karena akhirnya mempunyai hasil dari percintaan mereka selama ini. Bayi laki-laki yang rencananya akan diberi nama Bayu Putra Pangestu itu murni hasil buah cinta Reisha dan Sapto.

Sejak menikah, Reisha hanya bercinta dengan Sapto. Hanya sperma Sapto yang menggenangi rahim Reisha setiap harinya. Jadi, sudah pasti bayi itu adalah keturunan Sapto. Sapto bahagia dan bangga sekali. Akhirnya impiannya mempunyai anak dari Reisha terkabul. Setelah dirawat beberapa hari, Reisha akhirnya diperbolehkan pulang.

“kenapa, Ndre? kok ngeliatin kakak?”, tanya Reisha melihat Andre memperhatikannya yang sedang menyusui bayu.

“mm…”.

“kamu mau?”.

“bb…boleh?”.

“boleh aja…tapi izin Om Sapto dulu ya…”.

“dasar nih Andre…udah SMA masih mau nyusu aja…”, ledek Anita.

“HAHAHA”, mereka semua tertawa. Reisha dan Sapto merawat bayinya dengan penuh kasih sayang sambil bersiap untuk membuat ‘generasi’ berikutnya. Anita dan Nadya kini semakin dekat seperti kakak adik atau lebih tepatnya seperti pasangan lesbian. Sementara Putri dan Andre mulai saling lirik-melirik. Dan jauh di sana, Renata sibuk dengan bayi dan 2 suaminya. Reisha, Sapto, Anita, Nadya, Putri, Renata, dan Andre kini menjadi satu keluarga yang terbentuk bukan karena hubungan darah melainkan karena balas dendam. Semuanya saling menjaga dan saling ‘menyayangi’ satu sama lain.

*HAPPY ENDING*