Udin Namaku (1)

Pengalaman ini berawal ketika aku kuliah di universitas di daerah Setiabudhi Badung. Aku nge-kost di daerah Geger Kalong yang saat itu identik dengan DT nya Aa Gym yang menjadikan tidak terbesit oleh ku mengalami pengalaman yang kualami ini.

Aku nge-kost di sebuah rumah pasangan suami-istri. Mereka mempunyai anak satu namun karena sudah berumah tangga maka anaknya itu sudah tidak tinggal di rumah itu. Tempat kost ku mungkin berada agak jauh dari kampus dibandingkan dengan tempat kost2 yang lain dan suananya lebih sepi dan tenang. Mungkin karena itu pula aku memilih kost-an itu disamping harganya yang lebih murah daripada kost2-an yang lain. Hanya terdapat 3 kamar yang di sewakan di belakang bangunan utama yang ditinggali oleh pemilik kost tersebut. Pemilik kost tersebut Pak Dedi yang bekerja di sebuah perusahaan operator telepon seluler dan istrinya Bu Rina yang hanya sebagai ibu rumah tangga. Pak Dedi berumur sekitar 55 tahunan dan Bu Rina sekitar 42 tahunan.

Pekerjaan Pak Dedi yang suka mengurusi proyek2 pembangunan BTS di daerah2 menjadikannya sering keluar kota, mungkin dari itu juga maka nya rumah mereka di kost kan, biar Bu Rina tidak kesepian kalau ditinggal keluar kota katanya. Bu Rina mungkin bisa dibilang sudah cukup berumur bahkan sudah menjadi nenek dari anak putrinya semata wayang. Namun dari wajahnya masih terlihat segar dan manis, mungkin waktu mudanya memang cantik.

Waktu awal aku ngekost disana mungkin aku menganggap Bu Rina seperti kebanyakan ibu rumah tangga lainnya bahkan aku menganggap sebagai wanita yang alim karena penampilan sehari2nya selalu menggunakan jilbab dan baju gamis yang longgar sehingga tidak pernah terlihat sedikit pun lekuk tubuhnya dari luar. Pada awal2 aku biasa saja, mungkin hanya senyum kalau bertemu atau berucap sapa sewajarnya. Bu Rina biasanya sering ngobrol dengan Putri penghuni kost yang lain.

Keadaan mulai berubah ketika memasuki smester ke-3, penghuni di kost-an itu hanya tinggal aku karena Putri telah lulus dan sudah tidak tinggal di kost-an itu sedangkan kamar yang satu nya lagi memang sudah lama kosong, mungkin karena jaraknya yang jauh dari kampus sehingga kurang peminatnya.

Suatu pagi hari rabu aku dapat jam kuliah siang, sambil nunggu kuliah aku hanya santai2 di kost-an sambil baca buku. Lalu datang Bu Rina menjemur pakaian kebetulan tempat jemuran berada di depan kamar kost-an ku jadi sempat juga kuperhatikan Bu Rina yang sedang menjemur pakaian. Tidak seperti biasanya saat itu Bu Rina menghampiriku setelah selesai menjemur pakaiannya.

“Tidak kuliah Din?” Tanya nya mengawali percakapan.
“Jadwalnya siang Bu” jawabku.
“Gimana tinggal di sini, betah ga?” Tanyanya lagi.
“Betah ko’ bu, tempatnya bersih, tenang, murah lagi” Jawabku sambil sedikit tertawa.
“Ya mungkin buat nak udin sih tenang tapi buat Ibu sih sepi, apalagi setelah anak ibu menikah dan ikut suaminya makanya rumahnya ibu kost-kan”
“Owh… Tapi kenapa ibu ga jual aja bu rumahnya trus ibu beli rumah yang tempatnya ramai gitu?” aku balik bertanya.
“Ini rumah warisan orang tua ibu, dan diamanatkan supaya tidak boleh dijual, makanya ibu tetap bertahan”
“Ya bagus lah bu, kan saya juga jadi dapat kost-an yang murah” candaku.
“Ah kamu bias aja din” sambil tersenyum. “Udah dulu ya din, Ibu mu beres2 rumah dulu”. Lalu Bu Rina masuk ke rumahnya.

Hari itu aku merasa sesuatu yang beda, mungkin sudah ga ada Putri teman ngobrolnya yang dulu jadi Bu Rina mencari teman ngobrol yang lain. Semakin hari aku semakin sering ngobrol berdua-an dengan Bu Rina tapi hanya obrolan2 biasa sekitar lingkungan tempat tinggal, aktifitas sehari2 mungkin hanya sebatas itu. Namun hamper setiap hari atau saat Bu Rina sedang tidak ada kerjaan selalu saja datang untuk ngobrol dengan ku.

Hingga pada suatu hari Pak Dedi dapat tugas keluar jawa untuk proyek BTS nya. Saat itu aku baru saja pulang kuliah. Waktu itu tiba2 hujan mungkin karena Bu Rina sedang tidak ada di rumah makanya aku mengangkat jemuran Bu Rina biar tidak kehujanan. Sepulannya Ibu Rina aku langsung mengantarkan jemurannya tadi, namun ketika aku kembali ke kamarku tanpa kusadari ternyata celana dalam bu Rina ketinggalan secara tidak sengaja. Duh, bingung juga gumamku. Mau kuantarkan pasti malu lah hanya mengantarkan satu celana dalam Bu Rina, tapi kalau tidak kuantarkan pasti Bu Rina bakalan berpikiran negative kalau aku sengaja menyembunyikan celana dalam Bu Rina. Ah, daripada nantinya jadi macam2 lebih baik aku antarkan saja.

Tok.. Tok..
Ku ketuk pintu belakang rumah Bu Rina. Muncul lah Ibu Rina.
“Eh, nak udin”
“Maaf bu, ini ada jemurannya yang tertinggal tadi” Sambil memberikan celana dalam dengan menahan malu.
“Oh, ya makasih din” terlihat wajahnya juga yang napak malu karena celana dalamnya aku pegang. “Udah makan nak udin?” Nampak Bu Rina mengalihkan pembicaraan.
“Udah bu, makasih” jawabku bohong.
“Ah, pasti belum, ibu juga tau kamu tuh suka makan nya malam, ayo temenin ibu makan” ajaknya.
“Udah ko’ udah bu.” Aku coba menolak.
“Ayo sini temenin ibu makan, ga baik loh nolak rezeki.” Sambil menarik tanganku memaksa untuk masuk.
Tak kuasa menolak aku pun menuruti permintaan Bu Rina, aku pun masuk dan mengikuti Bu Rina yang membawaku ke meja makan.
“Silahkan duduk nak udin.”
“Iyah makasih bu” aku pun duduk diikuti dengan Bu Rina yang ikut duduk.
“Loh, bapaknya mana bu?” aku mulai bertanya.
“Tadi bapak ada tuga mendadak ke Bengkulu, padahal Ibu susah masak jadinya ga ada yang makan, makanya Ibu ajak nak Udin makan sekalian, biar ga mubazir.”

Kami pun makan bersama sambil mengobrol berdua. Mulai dari masalah makanan, hoby, tempat kost-an dan lain-lain. Selesai makan aku hendak pamit, meski masih betah ngobrol dengan Bu Rina tapi tak enak juga berduan dalam satu rumah. Apalagi sudah hampir malam mungkin juga Bu Rina mau melakukan aktivitas lainnya.

“Sudah dulu yah bu, sudah mau malam”
“Nyantai aja nak udin, temenin Ibu dulu kenapa”
“Ah ga enak bu, kalau dilihat orang kan ga enak”
“Ah tenang aja, lagian ga akan ada orang yang lihat. Mau ibu bikinin kopi?”
“Ga usah bu, makasih”

Namun Ibu Rina tetap membikinkan kopi dan mengajakku untuk melanjutkan obrolannya di sofa di depan TV. Kami pun melanjutkan obrolan tadi namun kali ini Bu Rina menanyakan hal tentang aku.

“Kamu dah punya pacar din, ko’ ibu perhatikan kamu ga pernah ngajak perempuan ke sini, padahal kan usia seumur kamu pasti lagi asyik2 nya pacaran?”
“Saya ga punya pacar bu, lagi konsentrasi kuliah dulu.”
“Tapi kalau pacaran pasti udah pernah kan?”
“Ga juga bu, paling kalau sekedar suka sih pernah tapi kalau pacaran belum.”
“Masa sih secakep kamu belum pernah pacaran din. Kalau begitu sama donk kaya ibu.”
“Maksudnya?” Tanya ku bingung.
“Dulu ibu tuh nikah muda, usia 15 tahun ibu sudah dijodohkan, malahan waktu itu baru pertama bertemu Bapak tapi ibu langsung dinikahkan. Usia 16 tahun ibu sudah punya anak.”
“Oh pantes masih muda Ibu udah punya cucu, kan Ibu masih cantik ga kelihatan kaya nenek2.” Jawabku sambil becanda.
“Ah kamu bisa aja din.” Bu Rina tersipu malu.
“Tapi meskipun belum pernah bertemu akhirnya Ibu cinta juga kan sama bapak?”
“Ga tau juga yah din, mungkin selama ini Ibu hanya berusaha menjadi seorang istri yang baik, kalau dibilang cinta mungkin ibu hanya menjalani tugas saja. Mungkin juga ibu betahan hanya demi anak saja.”
“Maksud ibu bertahan?”
“Yah, mungkin kalau ingin hati ibu itu ingin berpisah, Bapak itu tidak pernah mau ngertiin ibu, keras kepala, kadang kalau keinginannya ga sesuai suka main kasar.”
“Sabar aja yah bu.” Aku mencoba menghibur.
“Loh ko’ ibu malah jadi curhat sama kamu sih din, maaf yah”
“Ah, ga papa ko’ bu, sapa tau aja bisa ngurangi beban ibu” yang dengan spontan kupegang tangannya Bu Rina.
“Ga tau kenapa yah din akhir2 ini hari2 ibu terasa berbeda, seperti ada hal baru yang ibu rasain yang tak perah ibu rasain dulu.”

Aku juga merasa yang berbeda. Suatu perasaan yang tak bisa ku pahami. Kalau sedang ngobrol dengan Bu Rina hati terasa tenang, terasa nyaman. Untuk beberapa saat kami tertegun mata kami saling memandang. Pandangan yang tak biasa yang membawa kami untuk beberapa saat berada di alam yang berbeda.

Bu Rina melepaskan genggaman tanganku, tanpa kuduga dia langsung memeluku. Aku hanya bisa terdiam karena kaget. Lalu aku memberanikan diri membelai kepalanya yang masih tertutup jilbabnya. Untuk beberapa saat kami berpelukan, lalu Bu Rina mengangkat kepalanya dan kami saling bertatap mata lagi. Seperti yang sudah kompakan bibir kami pun langsung melaju hingga saling bersentuhan.

Cuuup… satu kecupan.
Dan diteruskan dengan kecupan lain hingga kami saling mengulum bibir dan bermain lidah. Sungguh nikmat ku rasa, bibirnya yang tipis manis dan ludahnya yang hangat melambungkan birahiku dan saat itu juga penisku mulai berdiri.

Namun tiba2 Bu Rina seperti tersentak.
“Maaf kan ibu ya din, ibu kelewatan”
“Ah, ngga ko’ bu saya juga ga bisa menahan.”
Mungkin ada rasa malu pada dirinya namun dari wajahnya aku juga dapat merasakan hal yang sama denganku. Birahi yang meninggi…

Kami terdiam, namun tanpa kusadari tatapan Bu Rina tertuju pada celanaku, ternyata dia memperhatikan perubahan penisku yang membesar.

“Maaf bu, ga bisa nahan” dengan malu kututupi celanaku dengan kedua tanganku.

Bu Rina hanya tersenyum.

“Ah, ibu curang ga kelihatan ga kaya seperti aku” aku coba bercanda untuk menutupi malu ku.

“Kamu juga kan tadi dah lihat celana dalam ibu, udah pegang lagi.”
“Tapi kan itu ga ada isinya bu, kalau aku ka nisi nya yang menonjol yang dilihat ibu.”
“Apa kamu mau lihat juga celana dalam yang ada isinya? Nih dah ibu kasih”

Aku terkaget tiba2 Ibu Rina berdiri dan menganggat baju gamisnya sampai ke pinggang dan kulihat celana dalam warna krem yang menempel pada pantat yang montok. Aku hanya melongo sambil menatap indahnya pantat Bu Rina tanpa berkedip. Lalu tiba2 Ibu Rina naik ke pangkuanku dan langsung mencium bibirku. Aku hanya mengikuti karena ini yang pertama bagiku dan aku tak tau harus bagaimana.

Semakin lama hisapan Bu Rina semakin kencang, lalu tiba2 Bu Rina memasukan lidahnya ke mulutku sambil berdesah… ssshhh…ssshhh.. Ya ampun nikmat sekali aku rasa saat lidah kami saling bersentuhan dan bermain2. Sambil menggesek2an vaginanya ke penis ku Bu Rina memegang tanganku dan mengarahkannya ke payudara nya yang mengisaratkan untuk diremas. Aku mun mulai meremas2 payudara sebelah kanan Bu Rina dan desahannya semakin kuat…

Bu Rina membuka kaos oblong yang ku kenakan dan dijilatinnya putingku dan sesekali menggitnya. Aku hanya terdiam dan tubuhku merasa merinding. Jilatannya semakin bawah ke pusarku dan langsung dibukanya celana jeans yang ku kenakan. Penisku langsung menyembul keluar karena telah bangun dari tadi. Tanpa disentuh langsung dimasukannya penisku ku ke mulut nya. Aku tersentak.

“Aww…” erangku.
Bu Rina mengeluarkan penisku dari mulrnya.. “Kenapa din?”
“Linu bu.. tapi enak yah?” jawabku. “Ibu buka juga dong bajunya, masa aku aja yang telanjang” lanjutku.

Bu Rina tersenyum dan mencium penisku lalu dia mulai membuka bajunya satu persatu. Dibukanya jilbabnya dan terlihat rambutnya yang lurus panjang terurai. Cantik sekali, untuk pertama kali aku lihat Ibu Rina tanpa kerudung. Dibukanya baju gamisnya dan hanya menyisakan celana dalam dan BH nya. Terlihat tubuhnya yang montok dengan payudara dan bokong yang besar, meski terlihat sedikit kendur namun tidak mengurangi sedikitpun keindahannya. Lalu dibukanya BH warna krem dan payuudaranya menyembul dengan putting coklatnya. Dan yang terakhir Bu Rina melepaskan celana dalamnya perlahan2, terlihat bulu2 tipis yang tampak dicukur rapikan dengan bokong yang besar seksi. Baru pertama kali aku melihat wanita telanjang bulat didepanku.

“Nih udah sama telanjang, mau diapain sekarang” Tanya Bu Rina
“Hmm.. ga tau juga mau diapain bu”
“Uh dasar, sini punya kamu dulu din Ibu mainin” Bu Rina langsung memegang penis ku yang semakin tegang. “Tahan yah din, nanti juga linu nya jadi nikmat”

Bu Rina menjilati penisku dan mengulum2 dan menghisap, tamapak jauh beda dengan Ibu Rina yang selama ini aku lihat dengan perwatakan yang tenang dan kalem, namun kali ini Bu Rina terlihat begitu semangat dan menggebu2.

“Ahh… Ibu enak banget… terus bu jangan berhenti…” erangku.

Bu Rina pun semakin kencang mengulum2 penisku dan sesekali meremas2 biji ku…

“Gantian yah din..” pinta Bu Rina

Bu Rina pun duduk di sofa dan membukakan kakinya, dengan perlahan Bu Rinapun menuntun kepalaku ke vaginanya. Awalnya aku sungkan, namun lama kalamaan aku pun menikmatinya. Kuciumi bulu nya yang tipis dan kujilat perlahan2 lalu kujilatin lubangnya…

“Aahhh.. Aaaaahhhhhhhhhh… sssttt.. ssshhh…” hanya desahan dari Bu Rina yang kudengar.

Lalu kumasukan lidahku ke lubang vaginanya…

“Iyah sayang terussshh… shhhs… Itu itil nya juga yah sayang…“ berbunga2 aku dipanggil sayang oleh Bu Rina.
“Itil tuh yang mana nya?” aku bertanya belum paham.
“Ituh yang seperti yang punya kamu tapi kecil”

Tanpa bicara lagi langsung aku jilatin itil nya Bu Rina…

“Owh yah.. terus sayang.. isepin juga… owwhhh… sssshhh…” bukan hanya desahan kali ini tapi dengan erangan..

Erangannya mulai dasyat dan Bu Rina memegang rambutku mengisyaratkan agar aku lebih kencang mengisap2 itilnya… Tubuh Bu Rina mengeliat semakin kencang dan tak beraturan… kupegangi pinggulnya agar itilnya tetap di isapanku….

“Oooowwwwwwhhhhhhhhhhhh…. Saayyaaaaaaaaaaaaanggggggg…..” erang panjang Bu Rina.

Kurasakan cairan keluar dari lubang vagina Bu Rina.

“hhhh.. hhh… Ibu udah keluar sayang” sambil terengah2.. “Sini masukin punya kamu sayang”

Bu Rina pun memegang penisku dan menuntunya masuk ke vaginanya….
Clleeebbb.. penisku masuk ke vaginanya.. terasa hangat ku rasakan.. digoyang nya pinggul Bu Rina sambil dipegang pinggulku dan dimaju mundurkannya..

“owh yah sayang… hmmmm.. sshhh.. yah..” Bu Rina pun kembali berdesah.

Kupercepat gerakan ku yang terus menghujam vaginanya…

“Owhhh… ahhhhh….”
“Oooowwwwwwwwwssssssssshhhhhh…. “

Kembali erangan panjang dari Bu Rina dan kali ini cairan hangat terasa di penisku. Ternyata Bu Rina telah kembali orgasme.

“Kamu juga keluarin dong sayang”
“Iii.. iya bu..” aku pun merasa seperti yang kebelet namun kutahan. “Ntar kalau keluarnya di dalam gimana bu?” tanyaku sambil terus menggoyang”
“Gapapa sayang Ibu udah di KB ko’, mau gaya lain ga sayang?”
“Gaya gimana bu” tanyaku yang memang belum pengalaman.

Bu Rina mengeluarkan penisku dan langsung nungging. Kulihat pantatnya yang masih kencang, mulus dan besar, lalu dituntunnya lagi penisku masuk ke vaginanya.

“Hmm.. nikmat sayang…”
“Iyah bu.. nikmat baget…”

Ternyata gerakan nungging ini ga bisa ku tahan… Semakin cepat kugoyang Bu Rina…

“Aaahhh….” Erangku
“Ooowhhh,… shhhh…” Bu Rina tak kalah mengerang..
“Aku mau keluar sayang..” tanpa sadar aku pun ikut memanggil Bu Rina sayang.
“Aku juga saaaayyyyaaaaaaaaannggggggg… “ Bu Rina mengerang….
“Ahhhh…”

Crottt.. crottt.. crottt… aku pun keluar dan nampaknya Bu Rina juga…

“aahhh… shhh… nikmat sayanggg…”

Aku pun terkulai lemas di lantai dengan menyandarkan tubuhku ke sofa, Bu Rina pun turun dan berbaring di lantai dengan kepala di paha ku. Untuk sesaat kami pun hanya tertegun diam tanpa kata. Aku segera mengenakan pakaianku begitu juga dengan Bu Rina.

Aku tertegun di kamar kost-an ku, perasaanku tak menentu, pikiranku kacau balau. Aku masih belum percaya dengan kenikmatan yang baru kurasakan, namun di sisi lain ada perasaan takut dengan apa yang telah terjadi. Mungkinkah suatu hari suami Bu Rina akan mengetahui atau kah sikap Bu Rina akan berubah terhadapku. Tidak bisa dipungkiri meski usia Bu Rina 2 kali lebih tua dariku tapi ada perasaan yang special terhadap Bu Rina.