Ventura 01

Sinopsis: Dengan dukungan Ferry, preman kompleks, Kim menghajar habis-habisan Donny yang telah menyetubuhi Maya pada saat Maya setengah sadar akibat Ineks. Penganiayaan ini menyulut bara dendam, dan ketika Kim tanpa perlindungan Ferry, Donny beserta orang-orang bayaran berencana memberikan pelajaran mengerikan kepada gadis manis ini.

Prolog:

Surabaya, 2000

Kim membuka matanya lebar-lebar, berusaha menahan kantuk yang mulai menyerangnya. Kepengapan ruang kerja ini sedikit merisaukannya. Aku harus segera pulang, pikirnya. Dibereskannya kertas-kertas kerja di mejanya, mengangkat cangkir kopi yang sudah kosong itu dan menaruhnya di samping pintu. Mematikan lampu dan bergegas menuju lift.

Lampu-lampu malam kota masih terlihat indah menjelang dini hari. Sopir taksi yang ditumpanginya menatap penuh rasa ingin tahu dari balik kaca spion penumpang. Kim tidak mengacuhkan pandangan itu, dan menikmati angin pagi segar yang masuk melewati celah jendela membelai ubun-ubunnya. Kim berusaha melupakan tumpukan pekerjaannya yang belum selesai.

Kim menghisap rokok di ujung bibirnya dalam-dalam, meresapi kelelahan yang mulai menusuk otot dan tulang di tubuhnya. Dalam kenikmatan asap rokok yang dirasakannya, benaknya melayang akan persimpangan alur kehidupannya yang terjadi empat tahun yang lalu, yang terasa begitu cepat dilaluinya. Saat-saat ia masih duduk di bangku kuliah, saat-saat bahagia bersama sahabat-sahabatnya, di sebuah rumah kontrakan kecil yang hanya ditempatinya seorang diri.

BAB I

Malang, 1996

"Ahk," Kim mendesah lirih saat Han meremas payudaranya, bibirnya terbuka, mencuri sedikit udara saat lumatan pria itu mencapai bibir bawahnya.
"Aku menyukaimu, Kim." Han berbisik di telinga gadis itu.
Kim memegang pundak Han dan mendorongnya menjauh. "Sayang," cetusnya, "Tapi bukan seperti ini yang kuinginkan."
Han tertawa. Lelaki itu mendekatkan lagi dadanya yang telanjang, tangannya terjulur dan menggapai payudara Kim yang masih meruncingkan bibirnya. "Masa..?"
"Hentikan, Han..!" Kim mendorong tubuh lelaki itu menjauh, bangkit berdiri dari sofa, memunguti pakaiannya dan mengenakannya.
"Kamu sebaiknya pulang sekarang."
Han mendengus dan bangkit berdiri. "Kamu sulit juga, ya..?"
Kim tersenyum miring, "Kamu kurang pandai. Sayang sekali."

Han mengenakan kausnya, menatap tubuh molek itu sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, "Kamu sesuai dengan reputasimu."
"Thanks."
"Tantangannya juga."
Kim tertawa, membalikkan tubuhnya, mendekati Han yang masih menatapnya. Kim mengangkat lengan lelaki itu, meletakkan tangannya di payudara kirinya dan berbisik, "Pulang, gih. Lain kali coba lebih perlahan, jangan terlalu agresif."
Han mencoba mengecup bibir gadis itu, tapi Kim sudah beranjak ke arah pintu dan membukanya.
"Kim."
"Apa lagi..?"
"Kalau kamu suatu hari nanti merindukan hubungan serius.."
"Iya, iya," Kim mendorong tubuh lelaki itu keluar, "Aku tahu."

Kim menutup pintu di depannya, kemudian menghampiri telepon yang mendadak berdering.
"Halo..?"
"Kim..?"
"Ah, Roy. Wazzup..?"
Suara di seberang memperdengarkan tawa renyah, "Sibuk..?"
"Ah, ngga juga. Kenapa..?"
"Jalan yuk..?"
Kim mendesah, merasakan pening di kepalanya.

"Lagi M, nih. Malas maksudnya."
"Yah. Okelah, lain kali..?"
"Sure."
Kim meletakkan gagang telepon itu, mengutuk kepada pening yang masih mengguncang kepalanya. Diayunkannya langkah kakinya menuju lemari ruang tamu. Alisnya berkerut ketika Neuralgin itu memasuki tenggorokannya. Kim menarik kerah bajunya, berdecak sebal saat melihat bekas gigitan itu di atas payudaranya.
"Lelaki sial." geramnya.

BAB II

Maya memandang Kim yang masih sibuk menghabiskan jus jeruknya.
"Kim."
Kim menolehkan kepalanya menatap sahabatnya. "Apa..?"
"Aku tadi malam melakukannya dengan Donny."
Kim membelalakkan matanya, mengambil tissue dan mengusap sedikit air jeruk yang sempat menetes di sudut bibirnya, "Donny..?"
"Iya. Donny."
Bibir bawah Maya mulai bergetar, bulir air mata mulai mencoba menembus kantung mata gadis itu. Kim menyodorkan kotak tissue di depannya.

"Bagaimana bisa..?" tanyanya dengan nada marah.
Maya mengusap air matanya yang mulai mengalir, "Ineks."
Kim menggeleng-gelengkan kepalanya, menyalakan sebatang mild hijau yang terselip di bibirnya.
"Cih, sejak kapan kamu selemah ini..?" desisnya.
"Aku bukan kamu, Kim." desah gadis di sebelahnya.
Kim terhenyak sesaat. Arogansi keberadaannya telah membuatnya begitu unggul di hadapan teman-temannya. Dan itu sangat disadarinya. Kim menghembuskan asap rokok dari sudut mulutnya, menatap ke arah kolam ikan di depannya.

"Lalu dia bagaimana..?"
Maya menghela nafasnya dalam-dalam, "Entahlah."
"Kok 'entahlah'..?"
"Katanya karena dasar suka sama suka.."
"Hei," Kim memotong ucapan Maya, "Suka sama suka..?"
Maya menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Kim menghisap rokoknya dalam-dalam, tubuhnya bergoyang-goyang menahan emosi yang meluap di dadanya.
"Ferry bisa menghabisinya sekarang." geramnya.
"Jangan, Kim." Maya memegangi lengan sahabatnya erat-erat.
Kim mengerang dan mengangkat kedua lengannya ke atas.
"Ya sudah, kalau itu maumu."

Maya menjatuhkan kepalanya di bahu Kim dan membiarkan lengan Kim merangkulnya dan mengusap ubun-ubun kepalanya.
"Aku sayang Donny, Kim."
"Aku tahu." bisik Kim lirih.

Kim mengayunkan potongan kaki kursi itu dan menikmati darah yang mengucur dari sudut bibir lelaki di hadapannya.
"Bangsat..!" geramnya.
Lelaki lain yang memegangi lengan lelaki sebelumnya hanya tertawa menyaksikan keberingasan gadis di depannya, "Hajar saja, Kim."
Kim mengerang penuh kemarahan dan menusukkan ujung kaki kursi itu ke lambung lelaki di hadapannya, membuat lelaki itu menjerit tertahan dan membungkukkan tubuhnya.
"Lepaskan dia, Fer."
Ferry melepaskan tubuh yang segera tersungkur di tanah itu sambil tertawa sinis. Kim membungkuk, menjambak rambut lelaki itu dan berbisik di telinganya.
"Aku tak suka ineks, tapi aku sayang dengan sahabat-sahabatku."

Lelaki itu hanya mengerang tak jelas. "Dan," Kim meneruskan bisikannya, "Jika aku mendengar kau meninggalkan Maya, atau memberitahukan kejadian ini kepadanya.." Kim melemparkan kepala lelaki itu ke tanah, mengangkat tubuhnya dan melayangkan kakinya ke wajah lelaki itu.
Ferry menyaksikan semua itu sambil tertawa-tawa kecil. "Sudahlah, Kim. Dia pasti sudah sangat mengerti maksudmu." ucapnya beberapa saat kemudian.
Ferry mengambil potongan kaki kursi itu dari genggaman Kim, merangkul pundak gadis itu yang masih berguncang dan menuntun gadis itu pergi. Kim meronta, melangkah dan menatap teman-teman lelaki yang terhajar itu dengan garang, "Kalian..!" umpatnya.

"Pengecut-pengecut..! Dengar..! Kalau kalian tidak terima, sekarang boleh maju..!"
Ferry tersenyum, "Kalian akan melangkahi aku dulu, tentunya."
Kerumunan lelaki itu hanya terdiam dan menatap ke ujung kaki mereka masing-masing, gentar akan gertakan terakhir yang keluar dari preman kompleks bertubuh kekar di belakang si gadis. Kim meludah dan membiarkan lengan Ferry membawanya pergi.

"Bangsat-bangsat itu..!" Kim mendesis penuh kegeraman.
"Sudahlah, Kim." Ferry berusaha menenangkan sahabatnya, "Mereka toh hanya melihat, lagipula si Donny sudah menerima pesanmu, kan..?"
Kim menghisap rokoknya dalam-dalam, menghembuskan asapnya perlahan, menikmati kepulan yang membuyar di atasnya.
"Kim.."
"Yap..?"
"Bercinta, yuk."
Kim menoleh, menatap senyuman yang tersungging di atas janggut lebat lelaki yang duduk di sebelahnya, "Jadi karena itu kamu mau membantuku..?"
Ferry menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Eh.. ehm.."

Kim tertawa melihat kegugupan lelaki itu, yang menjadi sangat berbeda dengan beberapa saat yang lalu. Kim mengangkat lengannya dan menyisir rambut panjang Ferry dengan jemarinya, mengecup pipi lelaki itu, "Thanks."
Ferry menatap tubuh gadis itu yang sudah beranjak dan mengenakan helmnya.
"Yah. Gagal lagi, deh." gumamnya.

BAB II

"Kuadran hasil persamaan linier ini akan dapat diketahui.."
Kim berusaha keras mendengarkan ocehan bapak dosen yang terasa membosankan, lengan yang menyangga kepalanya mulai terasa pegal.
"Kim." Maya berbisik memanggil-manggil sahabatnya dari belakang.
Kim menolehkan kepalanya dan terpejam saat gumpalan kertas itu mengenai keningnya. Matanya menatap ke arah lemparan itu, dan melihat Maya yang menutupi mulutnya dengan alis terangkat. Kim meraih gumpalan kertas itu, mengomel kecil dan membukanya.
"Thanks berat, Kim. Maya." bacanya dalam hati.

Kim tersenyum dan menoleh ke arah Maya, mengacungkan jempolnya dan merasakan kelegaan yang merasuki hatinya saat Maya mengedipkan matanya.
"Mbak, tolong dijelaskan kepada teman-temannya."
"Ups." Kim menatap dosen yang mendadak sudah berada di sebelahnya.
Kim memasang senyum 'tak berdosa'-nya yang mau tak mau membuat Pak dosen sedikit merona dan akhirnya menolehkan wajahnya sambil mengomel panjang lebar, "Cantik-cantik bodoh, percuma saja."
Dosen itu melangkah kembali ke depan ruangan, tidak sempat menyaksikan beberapa lengan yang memegangi gadis di belakangnya, yang sudah memasang kuda-kuda dengan sepatu sandal di tangannya.

"Aku yang akan membuatmu panas."
Kim tertawa saat lelaki itu merangkulnya dan mengecupi lehernya, tangannya terangkat dan melingkari tengkuk si lelaki yang semakin liar menggerakkan kepalanya.
"Belum panas, tuh." ucapnya sambil tertawa kecil.
Lelaki itu mengangkat baju Kim melewati kepalanya, meremas payudaranya yang membusung, menciumi kulit dadanya dengan bernafsu.
"Ayo, panas." desah lelaki itu sambil sedikit terengah oleh nafsunya sendiri.
Kim meraih tali branya dan menariknya menuruni lengannya, membiarkan lelaki itu menikmati payudaranya yang telanjang, "Belum, juga."

Lelaki itu mendengus, menciumi payudara gadis di dekapannya, melumat puting payudara dalam genggamannya, membuat Kim sedikit terengah dan menggelinjang. Kim membiarkan jemari lelaki itu membuka kancing dan retsleting celananya, menikmati jemari si lelaki yang menyusup dan mengusap-usap permukaan kemaluannya.
"Touch me." desah si lelaki.
Kim mengulurkan lengannya, menarik celana si lelaki yang hanya terikat tali, dan merogohkan tangannya ke balik celana dalam si lelaki. Lelaki itu mendesah merasakan pijatan dan remasan tangan Kim pada batang penisnya. Lelaki itu mengangkat tubuhnya, menarik celana jeans berikut celana dalam si gadis dan membentangkan kedua kaki Kim di sisi tubuhnya.

Kim meronta dan menarik lengan si lelaki, menjatuhkannya ke atas tempat tidur, dan menindih penisnya dengan pinggulnya. Lelaki itu mendesah merasakan bibir kemaluan Kim yang menindih batang penisnya. Kim menggerakkan pinggulnya, menggesek batang penis lelaki di bawahnya, membiarkan cairan vaginanya membasuh penis lelaki itu dan membuat si lelaki mengeluh penuh kenikmatan.
"Kim.." Lelaki itu mulai menuntut yang lebih saat gerakan Kim semakin liar di atasnya.
Kim tertawa kecil, membungkukkan tubuhnya dan membiarkan lelaki itu mengecup ujung payudaranya, "Apa..?"
"Aku mau."
"Aku tidak."

Lelaki itu membuka matanya dan menunjukkan wajah protes, namun Kim segera mengangkat tubuhnya, meraih batang penis si lelaki dan memasukkannya ke dalam mulutnya. Lelaki itu tak kuasa lagi menahan ejakulasinya saat Kim menghisap ujung penisnya. Kim tersenyum dan meludah ketika menyaksikan sperma lelaki itu menyembur dan membasahi kulit dadanya.
"Teganya kamu." desis lelaki itu sambil menyeka peluhnya.
"Baru tahu..?" Kim tertawa kecil, tangannya masih menggenggam batang penis lelaki di sebelahnya yang mulai melemas.

Bersambung ke bagian 02