Udin Namaku (2)

Aku tertegun di kamar kost-an ku, perasaanku tak menentu, pikiranku kacau balau. Aku masih belum percaya dengan kenikmatan yang baru kurasakan, namun di sisi lain ada perasaan takut dengan apa yang telah terjadi. Mungkinkah suatu hari suami Bu Rina akan mengetahui atau kah sikap Bu Rina akan berubah terhadapku. Tidak bisa dipungkiri meski usia Bu Rina 2 kali lebih tua dariku tapi ada perasaan yang special terhadap Bu Rina.

Esok hari aku menjalani aktivitas seperti biasa, bangun pagi dan berangkat ke kampus. Seperti biasa juga kulihat Bu Rina sedang menjemur pakaian di depan kamar kost ku. Namun ada yang tidak biasa pagi ini, biasa nya Bu Rina selalu mengunakan jilbabnya bahkan sedang menjemur sekalipun namun pagi ini kutemui Bu Rina menjemur tanpa jilbabnya, bahkan hanya menggunakan daster tipis. Aku berjalan menuju luar, Bu Rina hanya memandang sesaat, tanpa sapa bahkan tanpa senyum. Sungguh aneh aku rasa, biasanya kalau aku lewat Bu Rina selalu menyapa atau setidaknya tersenyum.

Di kampus pikiranku melayang, pelajaran kuliah tak ada yang masuk. Pikiranku terus tertuju pada Bu Rina, apakah Bu Rina menyesali apa yang telah aku dan dia lakukan sehingga sikapanya dingin begitu. Aku tak bisa terus membiarkan pikiranku menerka-nerka. Sehabis mata kuliah pertama aku langsung pulang, aku memberanikan diri bertanya pada Ibu Rina.

Tanpa masuk ke kamar kost aku langsung menuju pintu rumah Bu Rina.
“Pagi bu….” Kebetulan pintu belakan rumah Bu Rina tidak tertutup.
“Masuk aja din..” terdengar sahutan dari dalam rumah.
Kutemui Bu Rina sedang menonton tv dengan masih mengggunakan daster merah muda yang tadi pagi. Setelah dipersilahkan duduk aku pun memulai percakapan.

“Maaf bu, ada yang ingin ku bicarakan.” Bu Rina hanya terdiam dan nampaknya dia juga tahu akan arah pembicaraanku. “Maaf ya bu kalau aku lancang, aku mau bertanya tentang yang kemarin.”
“Kenapa ya din?”
“Maaf ya bu dengan yang kemarin.”
“Kenapa minta maaf?”
“Sepertinya Ibu menyesali dengan yang terjadi kemarin.”
“Hhmm…” Bu Rina terdiam sejenak sambil menarik nafas.. “Ibu ga menyesal ko’ din, justru ibu merasa malu sama kamu.”
“Loh ko’ malu sama aku bu?”
“Yah, kamu masih muda, masa ibu yang sudah tua ini suka sama kamu.”
“Yah, aku juga ga tahu bu, tapi aku juga merasakan persaan yang aneh terhadap ibu, entah kenapa tiba-tiba aku merasa takut karena kemarin sikap ibu menjadi berubah dingin seperti tadi.”
“Ibu bukan dingin din, ibu juga bingung harus gimana. Apalagi tadi pagi ibu sudah sengaja menggunakan baju ini tapi kamu terus berjalan tanpa melirik sama sekali.”
“Oh, jadi untuk aku yah bu?.”
“Ga tau kenapa bangun tidur tadi ibu ingin merasakan kembali seperti kemarin, jadi ibu langsung menggunakan baju ini, eh tapi kamu nya lurus terus ga ngelirik sekalipun.”
“Seperti kemarin gimana bu, bukannya ibu sering seperti itu?”
“Yah, ibu memang sering berhubungan intim seperti itu tapi yang kemarin beda banget.”
“Beda gimana bu?”
“Seumur-umur ibu baru ngerasain keluar lebih dari 1 kali dalam sekali main, kalau sama suami ibu paling cuma sekali, bahkan sering juga ga keluar sama sekali.”
Aku tidak bisa komentar samas sekalai, aku hanya bisa pandangi wajah Bu Rina saat bicara, gerak bibirnya yang tipis memancarkan pesona yang mendalam dan menaikan hasratku untuk melumatnya.
“Kenapa din?”
“Ah, gapapa bu..” aku terkaget “Hmm.. daster ibu masih sama berarti dari pagi ibu belum mandi donk” aku coba alihkan pembicaraan.
“Ah kamu din, ibu kan jadi malu”
“Tapi meski belum mandi ibu tetap cantik ko”
“Ah masa sih, ibu kan dah tua gini.. Ya sudah lah ibu mandi dulu..”
Ibu Rina langsung beranjak masuk ke kamar mandi, entah kenapa dia langsunag mandi tanpa menungguku pulang dulu dan entah kenapa juga pintu kamar mandinya dibiarkan terbuka gitu.
“Maaf bu, ko’ pintu nya ga ditutup?” tanyaku dari luar
“Ah kamu din ga ngerti aja, cepetan masuk sini” timpalnya dari dalam.
Aku pun masuk ke kamar mandi, Bu Rina tiba-tiba langsung memeluku dan mencubuku seperti seorang yang sedang kesurupan sampai-sampai bibirku digigitnya. Nampaknya sudah dari pagi hastratnya terpendam. Dibukanya daster merah mudanya dan ternyata sudah tanpa BH dan CD sehingga telanjang bulat lah dia.
“Jilati memek ku din..” Pintanya sambil duduk di atas closet duduk yang tertutup.
Memek??? Pikirku aneh kata itu bisa terucap dari mulut Ibu Rina yang selama ini selalu santun dalam tutur katanya. Tanpa pikir panjang aku langsung menuju arah memeknya yang sudah mengaga. Kurasakan cariran di memeknya, ternyata sudah basah… Kugoyangkan lidahku membelai klitorisnya dan dengan seketika tubuh Bu Rina menggeliat dan berdesah.
“Aaaahh… terus sayang….”
Tangannya memegang kepalaku dan sesekali menjambak rambutku ketika rangsangan mulai menghebat. Aku angkat kakinya ke pundak ku agar semakin leluasa aku bereksplorasi di bagian selangkangan Bu Rina. Sesekali aku jilati lubang pantatnya yang berwarna coklat dan saat lidahku menyentuh lubang pantatnya tubuh Bu Rina pun menggeliat dengan hebatnya.
“aaaaaaaaahhhhhhhhhhhh……” terdengar teriakan kaget Bu Rina. “Pelan-pelan sayang”.
Ternyata Bu Rina kaget saat kugigit klitoris nya.
“eh, iyah bu.. gentian yah bu” aku pun berdiri sambil mebuka bajuku dan tanpa di kuminta Bu Rina langsung membuka celana dan CD ku yang langsung menyembul penisku dengan kencangnya. Tanpa menunggu lama Bu Rina langsung memasukan Penisku ke mulutnya, perlahan tapi pasti gerakannya membuatku merinding nikmatnya. Dijulurkan lidahnya dan dujilatinnya inci demi inci penisku, mulai dari biji zakar sampai kepala penisku, terus bulak-balik dan terlihat wajahnya begitu menikmati layaknya anak kecil makan es krim. Penisku pun kembali dimasukan ke dalam mulutnya, namun tiba-tiba kepala penisku digigitnya.
“Aaaawwww…” aku pun tersentak kaget. Namun kulihat Bu Rina malah tersenyum nakal.
“Gantian tuh…”
“Ah, ibu nakal..” sambil kucubit pipinya.
Ibu Rina pun berdiri sambil terus memegangi penisku, dituntunya aku duduk di atas WC dan ia pun langsung naik ke pangkuanku sambil menuntun penisku masuk ke vaginanya.
“Aaaaahhh….” Dengan deshannya kulihat matanya terpejam saat penisku masuk ke vaginanya. Terasa hangat penisku ketika masuk ke dalam vaginanya, terasa nikmat. Digoyang-goyangkan nya pinggul Bu Rina, naik turun naik turun dan sesekali digoyangkan berputar. Didekatkannya dadanya sehingga payudaranya menempel tepat di wajahku, kujilati putingnya dan sesekali kugigit namun kali ini bukan jeritan yang keluar dari mulut manis Bu Rina tapi desahan yang semakin mendera.
“ooowwhhh.. ahhhh… nikmat sayang….” Desahnya.
Dituntunnya tanganku ke pantatnya. Sumpah, seksi banget pantatnya, walau sudah berumur namun pantatnya belum turun dan seperti yang jarang terjamah. Kuremas-remas pantatnya dan sesekali kuelus-elus liang pantatnya.
“hhmmm… yah itu sayang…” nampaknya Bu Rina menikmati ketika aku mainin lubang pantatnya. Lalu kucoba masukan jariku ke lubang pantatnya, namun tidaklah mudah karena begitu rapatnya dan hanya ujung kuku ku saja yang dapat masuk. Dan tak lama kemudian kudengar desahan panjang yang mulai tak asing.
“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhh….” Tubuhnya menggeliat dengan hebatnya yang menandakan dirinya sudah mencapai orgasmenya. Penisku terasa nikmat tercengram jepitan vagina Bu Rina dan ujung jari telunjukkupun ikut terjepit lubang pantatnya.
“Udah keluar bu…??” tanyaku
“Iyah sayaaaanghhh…” jawabnya dengan nafas yang belum beraturan. “Sebentar ya sayang” sambil merebahkan tubuhnya ke dadaku. Kupeluk dirinya dan kubelai rambutnya yang panjang lurus terurai dan sesekali kukecup keningnya dengan penis yang masih berada dalam vaginanya.
“Nikmat baget sayang, sampai aku lemas gini… Mau gantian sayang?” tanyanya.
“Hmm.. terserah ibu saja deh” jawabku
“Gantian yah kamu yang ngegoyang aku… Tapi boleh minta sesuatu ga?”
“Minta apa bu?” tanyaku.
“Kalau kita lagi berdua jangan panggil ibu dong, panggil aja Rina atau apalah” sambil memainkan pentil dadaku
“Ah, ntar ga sopan bu”
“Kamu sayang aku ga, kalau sayang jangan panggil ibu donk.”
“Iyah Rina ku sayang” Ku kecup bibirnya dan saat itu juga wajahnya tersipu merona. “Terusin yuk bu.. eh Rina sayang”.
Bu Rina menatap wajahku, lalu ia turun dari pangkuanku dan bergantian. Sekarang Bu Rina yang duduk di atas WC dengan mengangkangkan kakinya. Kuhujamkan penisku ke vaginanya kukocokan dengan beraturan dan desahan Bu Rina pun kembali keluar dari mulutnya.
“aaaaaahhhhhh.. saaayyyaaaaaaaaaaaaaaaaaaannngggggg” nampaknya Bu Rina mencapai oragame lagi, begitu cepat tidak sampai tiga menit.
“loh, dah keluar lagi sayang?”
“he’eh”
“loh ko’ cepet banget?”
“Iyah, ga tau nih” mukanya tersipu. “Kamu juga keluarin donk sayang”
“Rina sayang nungging yah..” pinta ku.
Bu Rina pun langsung nungging dengan tangan bertumpu pada bak mandi. Kuhujamkan penisku ke vaginanya.
“aaahhh…”
Kupercepat kocokanku sambil kuremas payudaranya dan terdengar suara pok.. pok.. pok… saat hujamnku mengenai pantatnya yang seksi itu. Lubang pantatnya yang berkerut-kerut membuatku tergoda untuk memainkannya. Kutekan-tekan dengan jempolku dan kucoba mencoloknya. Sedikit demi sedikit jempolku masuk ke lubang pantanya dan saat itu juga vaginanya bertambah kencang mencengkram penisku. Desahan Bu Rina tadi sekarang sudah mulai berubah menjadi erangan.
“Aaaaaaarrgggghhhhh saaaaayyyyyaaaaaaaaaaaaaaannnnngg….. Aku mau lagi….”
“Iyah sayang mau apa?” jawabku tanpa menghentikan hujamanku.
“Mauuuu…. Kkeeee… llluuuuu…. Aaaaaaaarrrrrrrrrrrr… Aaaaaaaahhhhh…..”
Saat itu juga penisku terjepit dengan dasyat dan penisku juga menyemburkan mani ke dalam vagina Bu Rina croot.. crooot… croooottt.., terasa juga cairan hangat mengalir di penisku.
“aaarrgggh rinaaa saaaaayyyyyyyaaaaaanggghh…” erangku.
Aku tersungkur di lanta kamar mandi, demikian juga dengan Ibu Rina, namun tak seberapa lama, kami pun lalu saling memandikan. Saling menyirami saling menggosoki sabun sampai selesainya.
“Bisa minta tolong ga sayang?”
“Minta tolong apa sayang?” tanyaku.
“Aku lemes. Gendong aku ke kamar yah.” Pintannya dengan manja.
“Apa sih yang ngga buat Rina ku sayang” tanpa basa-basi langsung kuanggat Bu Rina menuju kamarnya.
Di kamarnya, kami tidak langsung memakai baju, kami berdua terlentang di kasurnya Bu Rina itu, rasa capek menghinggapiku dan tanpa kusadari aku tertidur di ranjang nya dengan telanjang dengan Bu Rina dipelukanku.
__________________________________________________ _____________
Aku terperanjat dari tidurku, kulihat jam di dinding sudah menunjukan pukul sembilan malam, ternyata sudah dua jam aku terlelap tidur. Kupandangi diriku masih tampak telanjang namun sehelai selimut sudah menutupi tubuhku. Kulihat sampingku dan sekeliling kamar, ternyata Bu Rina sudah tidak ada di hadapku. Aku beranjak dari tempat tidur, dengan selimut yang kubelitkan aku menuju kamar mandi hendak cuci muka dan mengambil pakaianku yang masih tertinggal di sana. Ketika keluar kamar mandi kudapati Bu Rina sedang menyiapkan makanan di meja makan.
“Udah bangun yah, makan dulu yuk sayang” Sapa nya dengan senyuman manis.
“Eh, iya bu…”
“Eitsss…” jari telunjuknya mengangkat sambil mendelik ke arahku.
“Eh, iya sayang..” nampaknya aku masih belum terbiasa tidak memanggilnya ibu.
Kupandangi Ibu Rina dengan seksama, dari aujung rambut sampai ujung kaki nampak berbeda. Rambutnya yang lurus dibiarkannya terurai sampai setengah punggungnya. Wajahnya yang manis tambah semakin cantik saja dengan riasan tipis yang menawan. Tubuhnya yang montok terlihat jelas setiap lekukannya, meski tidak langsing lagi num terlihat kencang terawat. Bu Rina hanya mengenakan pakaian tidur transparan warna putih dengan motif bunga yang panjangnya sepaha dan mengunakan CD yang juga transparan. Tampak jelas payudaranya terlihat karena tidak mengenakan BH. Pantatnya tercetak indah pada pakaian tidurnya.
“Ko’ ngelihatnya kaya gitu banget sih?”
“Kamu cantik banget..” Aku hanya bisa terpana.
“Ah, masa sih?” Bu Rina tersipu malu.
Aku menghampirinya dan duduk di kursi meja makan yang sudah tersedia hidangan. Bu Rina lalu mengambilkan nasi dan lauknya serta memberikan kepada ku. Tapi tiba-tiba Bu Rina duduk di pagkuanku.
“Suapin aku yah say..” Pintanya manja.
“Ih, kaya bayi aja deh..” jawabku sambil mencubit hidungnya gemas.
“Lah, kan tadi udah dimandiin ya sekarang tinggal disuapinnya donk”
Kami mun makan bersama dan saling suap-suapan, sesekali kami bercanda. Nampak indah aku rasa hari itu. Demikian juga dengan Bu Rina, wajahnya memancarkan keceriaan yang seperti mengembalikannya ke masa mudanya.

“Tidur di sini ya sayang..” pintanya
“Emang kalau bapaknya kapan pulang?” tanyaku
“Seminggu lagi baru pulang, kamu di sini aja yah temenin aku.”
“Hmm.. mang kalau dengan suaminya Rina suka seperti ini ga?”
“Seperti ini gimana?”
“Ya, manja-manjaan gitu?”
“Hmm.. Boro-boro, aku manja dikit aja udah dibilang kaya anak kecil, justru yang ada malah aku dimarahi. Emang kamu ga suka yah aku kaya gini?” wajanya cemberut
“Yah suka lah sayaaangg….”
“Hmm.. jadi gimana, mau tidur di sini kan?”
“Iyah deh.. Mau tidur sekarang?” tanyaku
“Hmm… main dulu yah?” jawab Bu Rina sambil tersenyum.
“Main apa Rin?” jawabku pura-pura ga tau.
“Hmm.. dedenya dah bangun lagi yah…??” Bu Rina menggodaku.
“Ah kamu tau aja..”
“Ya tau donk, kan ada yang ngeganjal nih di bawah… ke kamar yuk” ajaknya.
“Ayo, sapa takut”
“Ya ayo..” Bu Rina tersenyum-senyum
“Ya turun donk sayang”
“Ga mau…. mau diangkat lagi” manjanya mulai keluar lagi. Entah kenapa manjanya ini yang sangat aku sukai.
Kami pun beranjak ke ranjang di kamar, ku rebahkan tubuh Bu Rina ke atas kasur. Tanpa basa basi kuciumi bibirnya, kulumat penuh nafsu. Demikian juga dengan Bu Rina, membalas ciumanku dengan nafsu yang gergelora juga. Kumasukan lidahku ke mulutnya, lidahnya pun menyambut lidahku, lidah kami bergulat dengan menggebu sesekali lidahku dihisapnya. Tanganku pun ga mau kalah, ku remas payudaranya yang 38D, kupilin-pilin putingnya. Desahannya kian menjadi, kujilati lehernaya ku keluarkan payudaranya dari baju tidurnya dan sampai lah jilatanku di putingnya itu. Nampaknya kali ini Bu Rina sudah tak tahan dengan pemanasan lama-lama,
“Langsung masukin say….” Pintanya.
“sekarang??” tanyaku heran.
“Iya cepet sayang..” tangannya langsung mengarahkan penisku ke vagina. Dengan digosok-gosokan sebentar penisku langsung dihujamkannya. Dipeluknya tubuhku sampai tubuhku menindih tubuhnya, diciuminya mulutku dengan penuh nafsu. Aku hanya menggenjotnya dan mengikuti permainan yang Bu Rina mau. Tubuhnya menggeliat, dilepaskannya ciuman mulutku lalu kakunya diangkatkan ke peundaku. Pada saat itu aku rasakan jepitan vagina yang luar biasa, dan tak lama kemuadian tubuh Bu Rina menngeliat dengan hebatnya dan erangang keras puu keluar.
“Aaaaaaahhhhhhssss….. sayang keluar…”
Tubuh Bu Rina lemas seketika, dan aku pun menghentikan genjotan. Ku cium kening Bu Rina dan berbaring di sampingnya memberi waktu baginya untuk mengunpulkan tenaga kembali..
“Say…” suaranya lirih di telingaku
“Iyahh…” jawabku.
“Kamu belum keluar yah?”
“He euh..” jawabku. “Dah siap untuk nerusin lagi..?” sambungku
“Ayo, tapi minta yang belakang yah?”
“Sambil nungging gitu?” tanyaku.
“Iyah, tapi lubang yang satunya lagi.. Tadi waktu di kamar mandi pas kamu mainin itu enak banget rasanya”
“Lubang pantat??” tanyaku heran.
“Iyah sayang.. mau yah..” pintanya setengah memohon.
Bu Rina pun langsung mengambil posisi nungging, aku pun bigung gimana harus memulai yang satu ini. Kucoba masukan kepala penisku ke lubang pantat Bu Rina namun setelah beberapa kali berusaha tetap ga bisa aku masukin. Lubang itu terlalu kecil dan rapatnya.
“Coba mainin dulu say..”
Tanpa menjawab aku pun langsung memainkan jariku di lubang pantat Bu Rina. Kutekan-tekan perlahan, kugunakan ludahku untuk melumasinya karena kering. Perlahan-lahan ujung jariku masuk dan Bu Rina pun mengerang sambil menggeliat. Kutekan jari telunjuk ku sehingga masuk semua ke lubang pantat Bu Rin, dia pun langsung menjerit mengerang.
“Aaaahhwwwwwhhhh….”
“Kenapa say, sakit yah?” tanyaku.
“hu uh” jawabnya singkat
“mau diteusin ga?”
“terusin aja say, sakitnya juga nikmat”
Ku keluarkan jari ku, ku coba masukan kembali penisku ke lubang pantatnya. Meski tidak selancar seperti masuk ke vagina, namun kali ini penisku berhasil masuk ke luabang pantatnya. Namun kali ini aku terkaget-kaget, kulihat darah merah keluar dari sekitar lubang pantat. Ku lihat Bu Rina hanya terpejam menggigit bibirnya sambil menahan erangngan.
“Gimana nih bu berdarah gini?”
“Terusin aja say, tanggung..”
Dari raut wajahnya aku bisa melihat kalau dia merasakan sakit di pantatnya, namun rasa penasaran yang begitu besar sehingga mengalahkan rasa sakitnya. Namun sebaliknya dengan aku, kurasakan nikmat sekali, penisku terasa tercengram kuat, lebih nikmat daripada dimasukan ke lubang vagina.
Kukocokan penisku, namun tak secepat seperti di vagina, lubang pantat yang yang begitu rapat menjadikan penisku terbatas dalam bergerak. Aku juga sengaja tidak tidak mempercepat gerakanku agar tidak semakin sakit pantat Bu Rina nya. Hanya 5 menit, penisku langsung mengeluarkan sperma nya. Cengraman pantat yang kuat menjadikan penisku tak dapat menahan sperma seperti biasa. Kurasakan nikmat yang begitu dasyat, namun dari tanda-tanda nya aku tidak melihat kalau Bu Rina mencapai orgasme.
“Udah keluar nih.. kamu belum ya?” tanyaku
“hu uh” jawabnya singkat, mungki masih merasakan sakit di pantatnya
“Gimana donk?”
“Gimana apanya?”
“Kamu kan belum keluar..”
“Ah gapapa”
“Sakit ya say?” Ku peluk dari belakang tubuh Bu Rina yang masih tengkurap. Entah kenapa ada perasaan bersalah karena telah membuatnya rasa sakit.
“Gapapa ko say, sakitnya juga ntar ilang, sama kaya waktu pertama kali memeku dimasukan”
Aku tak membalas lagi ucapnya, aku hanya memeluknya dan membelai rambutnya dengan sayang. Malam itu pun untuk pertama kalinya aku tertidur semalaman dengan seorang wanita dalam pelukanku.